Skip to Content

WABAH ITU BERNAMA CINTA

Foto agiz

Barangkali terdengar ironis, jika sahabat terbaikmu mengatakan, ketiakmu itu bau, potongan rambutmu itu terlihat norak, atau bahkan mengatakan bahwa, saat kau tidur, dengkuranmu itu seperti babi, dan liurmu mengalir membentuk peta Kalimantan di atas bantal, mungkin terasa panas di telinga, dan sakit seperti tamparan dipipi, tapi ingatlah bahwa ia mengatakan itu semua demi satu alasan……. Semua demi kebaikanmu. Ingatlah sebuah pepatah kuno Musuh yang cerdik lebih baik daripada sahabat yang bodoh (dari catatan pribadi yang tak pernah dipublikasikan, bengis khan, 2004)

 

Bicara pada orang yang sedang kasmaran seringkali seperti bicara pada orang tuli, atau sama seperti bicara pada orang yang sedang mabuk lantaran alkohol atau teller karena ganja, semua hanya buang- buang waktu ……., semuanya……percuma saja.

 

“Men, mendingan lo tinggali tuh cewek”

“Emangnya kenapa……..!!!, lo iri sama gue, kalau ternyata gue dapet pacar cantik, atau jangan- jangan lo juga naksir sama dia…..!!!”

 

Kalimat itu terdengar begitu keras, aku sendiri sempat kaget, aku tak percaya kalau kalimat itu terlontar dari orang terdekatku, sahabat terbaikku. Malam itu kami bertengkar. tidak seperti perselisihan sebelum- sebelumnya, kami memang sering bertengkar karena hal- hal yang sepele,  mulai dari siapa yang kalah saat bermain PS, atau mana yang lebih jago dalam mencetak gol, Ruud van nistelroy atau tiery henry. Tapi pertengkaran malam itu begitu besar dampaknya, karena di hari – hari selanjutnya kami saling melancarkan perang dingin, kami diam satu sama lain, tak mengucapkan sepatah atau dua patah kata. Aku nggak tahu, firasatku mengatakan bahwa pacarnya yang sekarang ini tidak pantas baginya, memang kuakui bahwa wajahnya memang cantik, kalau boleh disamakan memang mirip sekali dengan artis Tyas Mirasih. Rasa-rasanya aku pernah melihat gadis itu beberapa kali dengan pria lain tapi dimana…?????, aku lupa….? Rasa-rasanya seperti dejavu.

 

“ah…itu cuman alasan lo, alasan pecundang, yang tak pernah sekalipun pacaran. Atau jangan- jangan lo ini homo, berkawanlah lo dengan banci2 itu tiap hari, atau besok juga kau boleh pakai lipstik dan nongkrong di taman lawang.....!!!!!!”

 

Sebenarnya kupingku panas juga mendengar kalimat itu terlontar dari mulutnya. Jari- jari tanganku kukepalkan tapi hanya ku hantamkan pada angin. Memang akhir- akhir ini aku sering ngobrol sama banci2 di pinggiran jalan pangeran jayakarta, bukan dengan atau tanpa alasan yang kuat. Tapi bukankah sudah kukatakan dari awal sobat, sama saja bicara pada orang tuli. Selama ini gue nggak pernah komplain saat ringtone dari hp-nya berdering saat ada panggilan atau sms masuk pada jam 02.30 dini hari.

 

Mulai malam itu kami hanya bicara seperlunya, nonton TV bareng sudah jarang kami lakukan, maen PS apalagi......?, tinggal sekamar tapi tak saling bertegur sapa, rasa- rasanya seperti menelan air mendidih langsung dari teko, atau seperti tentara tawanan perang vietnam yang di sekap dalam ruangan gelap, sempit tanpa cahaya, tanpa suara. Lama2 aku bisa gila. Dua hari yang lalu aku memutuskan untuk ngontrak sekamar sendirian, meski hanya beda satu kamar dari kamarku sebelumnya. Mungkin ini kuaggap solusi terbaik, mulai saat itu kami bicara seperlunya, aku tak lagi merasa terganggu karena harus terbangun karena dering handphone dini hari. Hari2 berikutnya ia sering terlambat masuk kerja, ia sering tertidur saat bekerja, kantung matanya terlihat makin menghitam seperti pengikut aliran gothic, atau seperti ulama- ulama yang tak pernah membiarkan punggungnya terbaring di malam hari, meski satu atau dua jam, yang membedakan adalah............ pancaran matanya.

 

Dua bulan berlalu dengan kondisi yang sama, sebenarnya aku sempat mau bicara lagi padanya, kalau kondisi ini di biarkan mungkin ia akan di keluarkan dari pekerjaannya, tapi niat itu tak pernah kesampaian. Konsentrasinya pada pekerjaan akhir ini kacau, draft yang biasanya lancar- lancar saja terjadi banyak kesalahan, salah kirim barang, salah hitung, dan maki- maki dari kepala bagian jadi rutinitas hariannya. Meski bukan semata- mata kesalahanku tak jarang aku kena semprot juga sama bos, karena aku dan dia satu divisi.

 

Baru kusadari saat ia menerima telephone dia marah- marah nggak jelas, kesimpulanku ia bertengkar dengan pacarnya. Hari- hari berikutnya ia terlihat lebih murung dari biasanya, saat jam makan siang sering ia lewatkan dengan tidur di gudang, diatas tumpukan kardus, beralaskan koran dan sajadah. Kami masih saja diam seolah- olah semua baik baik saja.

 

Rabu malam terdengar suara dentuman keras di dinding kamarnya, sedang pintu kamar tertutup dari dalam, keesokan harinya kulihat gitar warna hijau tua telah patah jadi dua, gitar yang dulu sering menemani kami melantunan lagu- lagu sheila on 7...”pria kesepian”.

 

Kamis siang ia tak masuk kerja, sehabis kerja ia memanggilku minta di kerik, kamarnya bau tak karuhan. Kulihat di pojok kanan bercak- bercak bekas muntahan. Kuantar dia periksa di klinik terdekat, dokter menyarankan agar dilakukan rontgen. Aku berpikir bahwa nggak mungkin kalau dua orang nggak masuk dalam satu departemen. Gimana nanti urusan kerjaan, pasti terbengkalai. Keesokan harinya aku minta ijin datang agak terlambat kuantar dia ke rumah sakit pribadi untuk rontgen, tapi hari itu tidak bisa karena alatnya sedang dalam perbaikan.

 

Mau nggak mau kuantar ke salah satu rumah sakit di kawasan mangga besar, aku melewati jalan memutar karena saat itu tanggal 17 agusutus, banyak jalan- jalan ditutup, sempat terpikir aku seperti membawa korban perang. soal biaya saat itu tak kupikirkan, di bagian resepsionis aku mengatakan bahwa aku dapat rujukan dari dokter Rahmat, bahwa pasien harus di rontgen terlebih dahulu, tapi prosedur dirumah sakit itu tidak mengijinkan. Hampir dua puluh menit dokter tak menampakkan batang hidungnya, Bukannya di periksa oleh dokter, malah mahasiswa yang lagi magang yang datang, dalam hatiku mengumpat kesal. Tak lama berselang dokter datang setelah di cek, ia menuliskan resep. Dan kutebus di apotek di kawasan lokasari.

 

Malam harinya sekitar jam 7 kawanku muntah lebih parah lagi, tampaknya terjadi salah diagnosa, setelah minum obat yang diberikan dokter tadi pagi, muntahnya menjadi-jadi, cairan hijau bening keluar dari mulutnya, wajahnya begitu pucat. Ku telepon customer servise RS tersebut, adu argumen terjadi kukatakan bahwa nama dokter yang tertera di kertas resep tak terbaca. Karena memang menjadi kebiasaan dokter2 ...”merasa sok penting”. Dan terkadang semena- mena. Makian bertubi2 dari mulutku, karena kesal tak mendapat tanggapan yang serius ku matikan telepon dengan satu kalimat ancaman. “Ingatlah suatu saat jika hal yang serupa terjadi pada mbak atau keluarga mbak”. Terimakasih..tuut...kumatikan hp.

 

Tanpa pikir panjang kularikan dia ke Rumah sakit Sulianti Saroso. Sialnya di tengah perjalanan rantai motorku putus. ia akhirnya di bonceng salah satu temanku. Aku datang 2 jam setelahnya.

 

Kulihat wajahnya yang pucat, ia mencoba untuk tersenyum, tapi rasanya seperti manula yang mencoba menggerakkan 1 ton karung beras. Ia hanya bicara lewat sorot mata. Tiga hari kemudian ia mulai pulih, ia mulai bicara, apa saja yang terjadi dalam minggu- minggu terakhir kemarin. Ternyata ceweknya meninggalkan dia dan kawin dengan pria yang di pilihkan oleh orang tuanya, ia merasa sakit hati karena tak ada sepatah katapu keluar dari mulut sang kekasih. Tidak sebuah penjelasan, tidak kalimat perpisahan terakhir, tidak kata....maaf.

 

Di ranjang sebelah kanan, korban bacok mengerang2 tak karuan, ternyata yang membacok adalah menantunya sendiri yang tak terima dengan pembagian warisan, di ujung kamar yang hanya dipisahkan tabir berwarna biru langit percakapan pasien dengan keluarga masing2 terdengar sayup- sayup. Dalam kamar itu terdapat empat ranjang, dan salah satunya penderita penyakit gula. Malam itu aku menemaninya sampai aku tertidur, dan terbangun pada saat petir besar terdegar menggelegar dan jendela kamar yang terbanting keras karena hujan disertai angin kencang. Tak lama berselang terdengar keributan dari ranjang sebelah. Pasien penyakit gula telah meninggal. Meski hidup, mati jodoh dan rejeki itu telah ditakdirkan oleh Tuhan, dalam heningku aku berdo’a

 

“Tuhan, maafkan kesalahan kami dan teman kami ini, ampunilah dosa- dosa kami, sembuhkanlah dia, jadikan ini sebuah jalan yang membawa kami kembali kepadamu”.

 

Setelah itu aku terlelap kembali. Keesokan harinya aku terbangun karena perawat memeriksa infus dan menyuntikkan serum. Setelah aku mandi aku mulai mengajak ngobrol, meski hanya di jawab dengan beberapa patah kata, sesekali anggukan, dan sesekali senyuman.

 

“ men, kau boleh menilaiku konservatif, ortodok, kuno, bahkan kolot, gue milih nggak pacaran bukan karena gue nggak bisa nyari cewek. Jomblo itu bukan sebuah keadaan bagi gue, tapi lebih merupakan sebuah pilihan”.

 

“ sekarang lo sadarkan, misalnya lo seorang cewek, lo sudah punya pacar, tiba- tiba lo di jodohin sama cowok yang sama- gantengnya, sama baiknya tapi cowok yang satunya lagi ini lebih mapan?, mana yang lo pilih....?”

 

“ matre itu bukan sebuah dosa, matre itu sebuah pilihan nyata men”. Mungkin ada tapi jarang men, cewek yang mau memilih menjadi seperti bunga anggrek, yang rela hidup dan bertahan disaat kekeringan, dan memberikan bunganya yang indah disaat musim kemarau”.

 

“gue bukan seorang yang religius, lo tahu sendiri, boro2 agamis, sholat saja masoh bolong sana- bolong sini, yang terpenting sekarang lo mesti sehat dulu, trus kita tata perekonomian negara, kalau perlu kita buka kilang minyak, secara minyak dimuka gue ini kan melimpah......?.”

 

Spontan ia tertawa dan hampir saja tersedak saat minum poccari sweat, dari saku kanan ku keluarkan handphone, ku setting suara agar tidak terlalu keras, dan ku setel lagu

 

“i will survive”.  

 

 

At first I was afraid, I was petrified

I kept thinkin' I could never live without you by my side

But then I spent so many nights just thinking how you’ve done me wrong

And I grew strong, I learned how to get along

 

And so you're back from outer space,

I just walked in to find you here with that, that look upon your face

I should have changed my fucking lock 

I would have made you leave your key

If I’d have known for just one second you'd be back to bother me. 

 

Oh now go, walk out the door

Just turn around now, you're not welcome anymore.

Weren't you the one who tried to break me with desire?

Did you think I'd crumble? Did you think I'd lay down and die? 

 

Oh not I, I will survive

Yeah, as long as I know how to love, I know I'll be alive. 

I've got all my life to live,

I've got all my love to give,

I will survive 

 

I will survive

Yeah, yeah...

 

(SOLO) 

 

It took all the strength I had just not to fall apart,

I’m tryin' hard to mend the pieces of my broken heart

And I spent oh so many nights just feelin' sorry for myself, 

I used to cry

But now I hold my head up high. 

 

And you’ll see me with somebody new

I'm not that stupid little person still in love with you.

And so you thought you’d just drop by and you expect me to be free,

But now I'm saving all my lovin' for someone who's lovin' me, 

 

Oh now go, walk out the door.

Just turn around now, you're not welcome anymore.

Weren't you the one who tried to break me with desire?

Did you think I'd crumble? Did you think I'd lay down and die? 

 

Oh not I, I will survive

Yeah, as long as I know how to love I know I'll be alive,

I've got all my life to live,

I've got all my love to give,

I will survive 

 

I will survive

Yeah, yeah… 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler