Skip to Content

Perempuan Jalang

PEREMPUAN JALANG, 1

 

Di perempatan kota, sepasang mata jalang menyala

senyum-senyum mungilnya hangus terbakar tanduk-tanduk kerisauan

IRAMA NAN BERSENANDUNG

IRAMA NAN BERSENANDUNG

Kemirau @ Sang Murba

 

“HAIRAN sungguh aku dengan orang sekarang!” Rasa kesal jelas terpancar di wajah Long Nah. Segala yang terbuku di hatinya selama ini bagaikan tidak tertahan-tahan lagi.

Molotov Terakhir

peluru melesat. menerobos kulit yang asing. menembus dada berdetak tegas

pemilik langkah yang enggan mundur

walau udara memanas di dalam kepala

Belum Usai

Isi kepala yang terkelupas barisan perhitungan logika angka satu plus sepuluh titik enam akar dua, yang kau yakini tak ;pernah ku temui di saat aku bekerja

Joan UduPerempuan JalangKemirauIRAMA NAN BERSENANDUNG
Salman ImaduddinMolotov TerakhirLalik KongkarBelum Usai

Prosa

CATATAN DI CADIK BIRU

"resah" ucapku pada segumpal waktu yang menjelang dalam sekelumit jedah malam menjelang subuh.
tengadahku kemudian pada semesta yang masih memperlihatkan warna kelamnya, warna yang tercampur aduk pada kelam dan hitamnya nilai-nilai norma yang tergelayut pada jedah di batas-batas aksara dan kata.
tanyaku ringkih kemudian menjejak pada seonggok kata yang disebut duri, “mengapa kau sebut duri?, ketika kisah asmaradana termaktub dalam kitab-kitab cinta di selasar waktu”
diam dan diam kembali semesta yang merajuk pada kaki langit, memeluk kaki-kaki semesta dan merinaikan air mata darah pada setiap tetes-tetesnya di kelamnya lembah yang membujur dan melintang di batas cakrawala.

CATATAN DARI LEMBAH KESUNYIAN

malam semakin menunjukkan taringnya, dengan tikaman dingin yang menyentuh pundak dan kedua kakiku, yang tanpa alas, melangkah menyusuri jalan setapak lembah. jalan yang sering kulalui, ketika rembulan berubah warna menjadi merah saga. netraku menatap liar di heningnya malam, menatap setiap sudut waktu yang berkelebat hitam dan pongah, di sela pepohonan yang entah telah berumur berapa puluh tahun. bayang-bayang yang berkelebat cepat dan hitam menyeruak di sela dedaunan, dan sekonyong-konyong telah berdiri di hadapanku.

tersisa rajah namamu...

Tak ada keraguanku akanmu

Namun kesombongan mengukungku

Membuatku lupa akanmu

Lupa akan segala keindahanmu

Walau kuyakin semua untukmu, kelak

Batin berkata  malu....... Kelak? Kelak kapan?

Nanti, nanti saat kau siap ku akan menjemputmu

Ku ‘kan datang dengan segenap cinta dan gemerlap keindahan untukmu

DIA KEMBALI DAN MEMINTAKU

Ada ketukan di pintu sebelum suara salam yang lembut ku dengar. Ku jawab salam itu dengan lembut pula sebelum ku bukakan pintu. Aku tertegun saat aku menemukan wajah cantik tersenyum padaku. Aku mengenalnya. Tapi aku tak percaya. Aku tak percaya kalau ini nyata. Apakah orang ini adalah dia? Cantiknya sama. Senyum simpulnya sama manisnya.

cerita hari minggu

Pengantar koran pagi ini belum juga datang. Biasanya pada jam-jam segini teriakan koran-koran yang khas dari pengantar koran itu pasti sudah terdengar. Juga bunyi reyot sepeda pancalnya yang sudah karatan itu.

 

sepenggal kisah diantara kabut

Dinginnya udara saat itu menyelubungi sekujur tubuhku, seakan terkelupas kulit ini dibuatnya, hembus angin menambah tercucuknya pori pori ini membuatku menggigil, namun menyaksikan keindahan pemandangan di hadapanku, serasa hilang segala rasa penat dan dingin terganti dengan kepuasaan dan rasa takjub akan segala yang kulihat sepanjang mata memandang, terhampar di ha

Bukumu, Kisah Laluku

Tak sengaja kutemukan sesuatu dari laci terbawah lemari kayuku yang sudah usang, sebuah buku... ya sebuah buku yang mengingatkanku akan dirimu. Di dalam buku terdapat beberapa lembar catatan kecil tentangmu. Pikiranku menerawang memikirkan gerangan dimana kau sekarang.

pompa airku rusak

Kuhampiri bangku terasku yang nampak berdebu, kumanjakan punggung dan kaki kakiku disana setelah seharian menyusuri jalan jalan kota. kumanjakan pula kedua mataku dengan terpejam beberapa saat, dan bagian terbaik dari hari siangku ini adalah saat kuteduhkan tenggorokanku dengan segelas es kelapa yang kubeli di depan jalan tadi.

Kutuk

Dulu di bawah pohon mahoni yang subur itu anak-anak berkumpul. Membicarakan satu dua hal tentang rencana-rencana gila permainan mereka. selayaknya anak-anak. 2 X 2 pun bagi mereka kadang-kadang tidak sama dengan 4. Sekawanan mereka bagai srigala yang banyak akal. Buas, nakal, sangat suka mengganggu. Orang-orang kampung sudah hafal tabiat anak-anak kecil itu.

 

Matinya Sang naga Api

Rimba raya kini semakin rusak tak menentu, banyak pohon pohon baik besar maupun kecil yang mati, atau tanah yang tak lagi bisa ditanami, semua akibat ulah raja mereka yang rakus dan tak perduli dengan rimba mereka, yaitu Sang Naga Api.

Sindikasi materi

Bookmark



Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler