Skip to Content

11 April 2011

Foto Ratu Diena Miftahul Zannah

Tuhan t’lah Kau berikan segenap rasa pada hati yang pernah terbelah…

Tuhan t’lah Kau titipkan cinta pada jiwa yang pernah terkoyak….

Tuhan t’lah Kau anugerahkan dia sebagai obat diantara sedu sedanku…

 

                Teringat kali pertama saat Kau menuntunnya untuk mengetuk rasa yang terlanjur membujur kaku...

                Dengan Kuasa Mu terbentuklah seuntai jiwa yang indah… Begitu indah hingga aku terpana…

                Kekagumanku pun berubah menjadi gumpalan rindu yang membuncah….

                Hingga lepas seluruh gegap gempita dalam raga untuk mengalir begitu saja menyambut

                jemarinya…

 

Dengan tertatih aku menggapai hamparan cinta yang membentang laiknya keagungan samudera..

Selalu terucap dari bibirnya—mutiara kata nan lembut—mungkin seperti marshmallow atau kapas-kapas yang berhamburan bahkan kala aku sedang digelapkan oleh rayuan setan untuk menghempaskan kendali diri…

“ Itu-itu saja & itu-itu lagi “, gumamnya..

“ Tak bisakah kau bergerak dan mengikhlaskan??? “ ….

                Tapi selaksa bathin yang pernah menjadi puing pun tak bisa dipersalahkan..

                Ia pernah mencinta namun dipenuhi duri, ia pernah menyayang untuk selanjutnya dipatahkan..

                Bukan—bukan aku, Demi Tuhan bukan aku…

                Tapi cinta tengah bersusah payah mengobati luka deras yang menganga….

 

Aku makin bersimbah pilu manakala kembali mengingat periode yang diselimuti awan hitam itu…

Dikala ketulusan cinta dibumbui oleh pengkhianatan dan dusta, serta iblis-iblis kecil yang lebih lihai dari Ifrit berhasil membujuk dia yang pernah kusayang untuk berlari meninggalkanku…

                                                                Sendiri…..

Meratapi kepergiannya yang hanya menyisakan onak dan perih didada…

Tak sengaja kutemukan kau yang lebih harum dari kesturi….

Dan kalbu inipun kembali mencinta… lebih dari yang kau kira….

 

                Tuhan aku ingin mencinta secara normal…

                Dan membakar segala keegoisan atas nama cinta terhadapnya yang membabi buta…

                Meretas bungkusan kosong masa lalu dan merepih hangatnya hadiah baru dari Mu…  

                Ampuni kebodohan hati yang selalu berulang ini wahai jiwa yang kucinta…

                Lewat goresan yang mungkin tak kau maknai ini, aku dedahkan gelisah dan lara…

                Tak ingin aku berjejal kembali dengan peristiwa berdarah yang pernah tertoreh..

                Sebab kekhilafan ku pun dilandasi oleh cinta yang kelewat besar..

                Maka maafkanlah diri yang tak pernah mau belajar mengurangi amarah yang           berkecamuk..

                Dan semua ini hanya untuk dirimu yang begitu bernilai…

                Demi sebuah nama dan jiwa yang indah tak terperi….

                Demi engkau malaikat cinta yang hadir dalam buramnya hati…..

 

 

 

                                                                                                                                                                Jakarta, 4 Agustus 2014

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler