SELAYANG SURAT
bulan Januari
malam ke lima belas tepat jam dua puluh dua
kembali kulayangkan puisi-puisi
lewat angin yang masih meniup sunyi
atas perjalanan kisah cinta
di batas serambi suci
assalamualaikum, yang selalu berteduh senyum
serangkaian surat dalam lembaran ini
mengais sisa-sisa sejarah lama
yang mengajakku bercerita tentang hidup sebelumnya
setelah lelah kekecewaan menjarah
menyesap air mata sampai tumpah
mungkin, peristiwa lamaku
adalah selembar kertas buram
menutup jalan-jalan terang menuju keabadian
aku mempelajari hakikat uji coba dalam prakira
mencari arti-arti yang tak sama
sebatas menjamah luas kasih
yang singgah dalam palung sukmamu
dengarlah
rindu ini milikmu
seutuhnya tersemai dalam do’a
Sukorejo, 15 Januari 2017
PESAN BURAM
layaknya langit meniti setiap tetes hujan bersimbah
angin laut yang terus bertadarus menghunus dada
menyematkan duri luka mendalam
yang entah aku beri nama apa?
dua kali lipatnya matahari tersimpan di balik gerhana
awan senyumku mengkerut setiap ingat
ah, rubaiyat
haruskah perbandingan mengganjal kebahagiaan
sementara kidung rinduku enggan berkesudahan
menuliskan sajak atas makna yang tersimpan
perihal kabar buram yang memangkas kerinduan
hanya ada reruntuhan kasih
perlahan-lahan mengajakku berdamai pada keadaan
menjadi sebingkai tali suci
“kasih, aku memanglah tak mampu taklukan bintang-bintang
menukar lembah jadi jumantan
menebus bulan dengan batuan
tapi aku bersaksi, selagi cintaku tangguh
aku berjanji, selama jiwaku utuh
kupastikan kaulah yang menjadi rusukku”
banyak jalan berliku menampilkan tajam batu-batu
itu bukan sekedar pagelaran tuhan
tapi kasih sayang juga memaknai setiap cobaan
nyatanya, aku masih terlalu tangguh
berjalan tanpa beban
walau penderitaan selalu singgah dalam ingatan
ketahuilah
aku menyimpan gerimis sendirian
menutup rapat-rapat dalam hening
dan ketika sunyi malam bertandang
aku mengajak mimpi menyapa perasaan
Sukorejo, 16 Januari 2017
PERLAHAN REDAM JUA
klimaks matahari yang membakar sanubari
dalam cengkram cakar halilintar
redah dipemakaman luka yang tertera
aku sudah berani merendam darah
mentaharahkan debu-debu kebencian
pada warna dasar kealpaan rindu
di atas kalimat yang bersua senja
aku semai ilusi bayangmu
bertamu dalam angan sunyiku
seunyik bulan sabit runtuh
membabat amarah terdahulu
kau membelai penuh lembut
ahai, kasih
wajahku tak lagi kusut mengkerut
lantaran lika liku sebatas angin lalu
yang harus kutaklukan
dan perlahan redam jua oleh keadaan
Sukorejo, 17 Januari 2017
AKAN KUBAWA SENYUMMU
perjalanan untuk pengabdian
terbesit gemuruh yang telah berlalu
sebuah penghianatan
olehku
terhadap bunga layu
aku pamit istriku
mohon do’a memberkati setiap langkah
semoga seperti niat yang terpahat
dan tiada khianat
menjelang kubaktikan jiwa dan tenaga
aku terus mengingatmu dalam bayang
agar selalu terjaga hati ini
sebab di luar sana penuh misteri
untuk kutafsirkan hari ini
ijinkan senyummu kubawa
kupastikan menjaga pandang
melindungi rasa
Sukorejo, 20 Januari 2017
SEBATAS MIMPI
lewat mimpi yang kucicipi
setelah lama aku menunggu
kau tiba lagi menghadap rindu
menyapa hati yang keruh
Sukorejo, 10 Februari 2017
PERTEMUAN RINDU
seperempat malam itu
ketika hujan benar-benar bersayap dari langit
aku dan sejumlah lembaran
menyambut tangan
mengantar salam takdim
kepadamu mas,
walau belum sepenuhnya kumendekat
meniti ruas-ruas hidupmu yang selamat
hati rindukupun terus bertahmid melekat
sampai pada yang saat
kuingin persaudaraan kita terikat
Sukorejo, 14 Februari 2017
TIADA MAKSUD MENGELABUI
aku masih berteduh dalam balut rindu
mengakar dalam kata-kata
mengunjungi sunyi malam
kemudian menuliskan puisi
tentang malam yang mempertemukan senyum
menuntun salam tangan
maaf, tanpa maksud aku mengelabui
atau mendekat-dekat hati
agar senantiasa putih dimatamu
ini sebatas jalur silaturahmi
antara santri dan alumni
ya, kepada malam ini
masih kutadaruskan sajak-sajak rindu
untukmu juga yang kini berbalut
bersuara dalam senyum
aku juga merindumu
atas mula rubaiyat dan kisah hidupmu
maaf kalau kedatanganku mendadak
mengakrabi suasana sunyi
menegur senyum dalam sejuta dimensi
atas kesediaanmu menyambut tangan
akupun ingin menaruh sebuah harapan
ingin berguru tentang kehidupanmu yang terang
tentang budidaya maupun perkumpulan
waktu yang singkat barangkali adalah pengantar
untuk dapat kutemui sebuah jalinan silaturrahmi
bertemu kakakmu
aku adalah bunga yang sampai pada kemekaran
penuh aroma kebahagiaan
walaupun perkenalan
masih bermula, dan butuh waktu
untuk sampaikan maksud tertera
Sukorejo, 14 Februari 2017
DIA DATANG SORE INI
semoga tidak ada rintik-rintik hujan yang menghakimi
membuat hati-hati menjamur perih
karena petir tiba menganiaya dimensi
dia datang sore ini
diantar kerinduan pada sang kekasih
ia menuang bara api dalam dada
menguji ketangguhan rasa
agar selalu rusak tanpa makna
bila ada air matamu jua
akulah bakal lebih menyayat mulutnya
mencaci permainan berita
atau dalam kenangan, ia akan benar-benar kesakitan
itu dendamku masih hitam
belum mau redam, walau bagaimanapun
luka tetap beraroma darah
sabarlah, ketika kau baca puisi ini
tanpa tersadar hati kita sama-sama terasa perih
bayangan kapal berkibar dijagat raya
kau dan aku selalu berasa sama
sejalur dengan naluri yang ada
Sukorejo, 14 Februari 2017
SUARA KABAR GOMBENG SARI
kabar pembubaran kelurahan di koran harian
setelah lama tak terdengar kabarmu
hari ini, aku turut terbakar
wacana pembubaran kelurahan tersebar di koran-koran
suara penolakan terpampang di benner pinggir jalanan
gombeng sari, masihkah tenang?
haruskah sengketa membelah matahari
sisakan warna-warna buram disetiap ampas sajak perkebunan
kampung kopi lanang
aku rindu balutan sejuk tanahmu
ingin kembali melabuhkan puisi dan hangat kopi
ketika malam tiba
sebuah kisah tertera menjadi senyum
menolak pembubaran
aku bermakmum saja
karena hari yang bersejarah
adalah do’a-do’a anak cucu
berharap riwayat senantiasa utuh
aku tunggu kabar selanjutnya
semoga bijak
lalu diriku kembali menata jejak
Sukorejo, 17 Februari 2017
ALLAHUMMA, HALLALKANLAH !
atas lembah tanah tapaan
letak kaki raja terprasasti
menulis seruan batin
seraya lantukan munajat
allahumma, hallalkanlah !
tengadah pinta ini
terus bersenandung fatihah
bertawasul kearah rasa
mengharap teristijabah
amin ya robb..
dengan segala dimensi maknanya
Mushola Ibrahimy Pa, 20 Februari 2017
MENARA BUKIT
Secercah lampu tersimpan di ujung malam
Menara dengan ketinggian tanpa perkiraan
Aku yang mengingat beberapa kisah lama
Menulis rindu tentang gerbong kereta
Ketika itu
Usiaku belum cukup untuk menabung rasa
Masih permulaan fajar menyusun sinar
Di pagi hari menjelang pendidikan dasar menarik garis tepi
Yang mulai sepi dengan kegembiraan teman sebaya
Ini tentang sebuah menara
Dan semacam wangsit mimpi
Bahwa aku akan kembali mencintai
Menabur serbuk rindu terindah
Yang sebelumnya mengenalkanku perihal rasa
Widoro payung, 31 Januari 2017
SELAMAT TAHUN BARU
meninggalkan sejumlah kenangan
dalam air mata sempat tersimpan
kilauan perih menyerap ingat
enyahlah!
bergantilah hari kelam yang kucicipi
bersama duka setengah kertas
dalam dada yang retak
hanya tersisa serat bening
pada lembaran putih
cerita tentang dua puluh enam angka
Sukorejo, 01 Januari 2017
RAJUTAN MALAM
aku ingin melihat ketentuan muara sampai lautan
setelah lika-liku canyon menjadi jalan
masihkah bening
atau keruh tirta yang menjamin teduh
banyak suara membakar tungku amarah
wujudnya patahan bara yang disimpan air mata
deruh mengkerdam
tenggelam telaga kepiluan
amat ngilu terasa
mendengar jejak persinggahan
adalah luka perlahan
aku masih terhimpit nanar darah
suara teduh kemenangan lima hari
Sukorejo, 7 Januari 2017
MALAM PERTAMA, MENYAPA DESA
disapa hujan widoro payung
salam kenal dariku putra kota pisang
yang sesaat saja singgah
untuk sekedar meletakkan jejak
atas jiwa-jiwa yang dahaga
aku tulis puisi malam pertama
berharap hari-hari selanjutnya lebih berharga
jinakkan hikmah dalam dada
yang akan kuberitakan saja
hujan menjelang senja
layaknya irama serempak
menyambut para perindu berkah
dalam setiap tetesan
menyimpan jutaan makna
apakah hakikat hidup sebenarnya
fikiranku masih mengeja bait-demi bait
dengan petuah sang sayyid
“tanamkan sikap husnuzon, bahwa setiap orang itu lalim” *
patut dijalankan
tidak untuk dilupakan
bissmilah nafsi alabarakatillah
Widoro Payung, 21 Januari 2017
BULAN KE TUJUH
22 Januari 2017
bersama dinginnya pagi desa ini
jari-jari masih enggan terhenti menjadi rindu
masih sedia semaikan sajak
untuk kupahatkan menjadi jejak
aku katakan
“rindu ini bertahan”
aku rasakan
“hati ini berjuang”
tak enggan renggang
untuk waktu yang sementara letakkan jarak
terus aku mengingat jarum jam
agar senantiasa menjadi pelajaran
berharga dalam penilaian
sudah bulan kedelapan
semoga sampai tujuan
Widoro Payung, 22 januari 2017
LAYAR LEMBAR, KITA SEMPAT BELAJAR
- sekedar guratan rubaiat yang sempat tertera kepadamu kawan Izzul Muttaqin
yang tak tangguh pada batu-batu kata
mencerai kenyataan lampau
malammu kembali kemarau
untukmu
aku sempat belajar tentang makna bertahan
melamar kesetiaan langit dipangkuan malam
walau dalam kesementaraan
dari ufuk yang tak sama
kita kembali bersua
bersuara resah baru dijantungmu
atas tiga warna pelangi
yang harus terpilih satu hati
kita pernah belajar menelaah masalah
menggapai suram dalam lembaran
kemudian kutaburi sendiri dengan secercah sinar terang
menjadi puisi nyata saat sunyi
kau tak lagi menyusun embun
telah kau banjirkan muara ganda
tinggal satu telaga penantian
dahulu, ketika tangismu mengiba
yang tunggal itu
sebatas pesanku
jangan kau hujankan langit biru
Ss.Cermin, 21 Februari 2017
TINTA JEMARI
merindu tinta yang tercucur dijemarimu
aku masih melagukan nada-nada
ketika senja mulai mentup sinar
melipat selendang awan merah
menyisakan senyum
tak terbias segumpal purnama
cahaya itu milikmu
tiada sesaat waktu
merintis kafilah bayangan
menemani ketika dalam gundah
miliki hatiku
tulis apa saja yang tertera
an kelak saat matahari bersua
letakkan mimpimu diatas do’a
Surya Delapan, 20 Februari 2017
INI RINDUKU, MANA RINDUMU
wujudnya adalah lika liku bebatu
terjal dimedan perjalanan
seikat tekat
telah kulabuh dengan do’a kuat
agar selalu melekat
kasihmu dan rasaku
dalam puji restu
aku hadirkan bayangmu itu
pada selembar sajak kerinduan
yang selalu pujangga kabarkan
bahwa malam
adalah angin teduh sampaikan salam
ini rinduku
menyesap dalam setiap keadaan
mana rindumu
apakah sama dalam kepastian
Sukorejo, 01 Maret 2017
SEOLAH BUNGA
malam menjadi serangkaian syair
berteduh dalam angin rindu
seutas tali perekat kalbu
masih tersimpan menjelma harapan
bahkan barang kali do’a dipertengahan
ini malam
mencipta saksi agung
bahwa telah tercium aromamu yang ranum
seolah bunga
harum dan berwarna
Depan SMAl, 01 maret 2017
MELIHAT BERITA-BERITA YANG MISTERI
walau sebenarnya
di hatimu itu rasa ragu masih belum kau rapikan
melihat berita-berita yang misteri
yang tak sempat kau tanyakan
antara benar dan ketidak pastian
kau masih melihatku dari sudut yang masih menghitam
sementara kilau gemintang
perlahan mulai mengantarku pada tujuan
di sisi ini aku katakan
bahwa aku bukan lagi seekor lintah
yang mengaumkan layar sumpah
dan disinilah
waktunya kepastian
menjarah pelupuk matamu
dalam bukti-bukti yang utuh
maaf, kalau hatimu masih beludru
dalam kata maupun peristiwa
karena akulah yang masih terus melangkah
berbenah dalam realita rasa
yang senantiasa aku analisa
kepadamu
mata malam yang samar dalam penerang
mbak nuria landow
ku persilahkan kau antar pujian
Sukorejo, 02 April 2017
JAKARTA SILAHKAN KAU MENYAPA
-menjelang, menunggu waktu yang menegangkan
tanggal 18 april nanti adalah pemberangkatan para kafilah kebanggaan gubuk ini
disapa lembaran naskah sari tilawah
aku memanen mimpi, dalam wujud nyata
bismillah. . .
Jakarta mulai menyapaku dalam angan
sekian baris mimpi ku persilahkan
mencumbuiku seorang diri
aku membawa rinduku kepadamu
agar senantiasa terjaga
bahwa hidup dan peristiwa tiada pembeda
biarlah yang bertahta semakin berkuasa
namun jiwa dan segala kepunyaanku
tiada mampu menembus kerendahan belaka
ini hidup harus berwarna
meski tanpa harga
Jakarta,
aku mengabari seluruh jagat raya
supaya turut mengamini
dihari peperangan nanti
aku dan mereka
letakkan nama, atas dasar sayembara
Sukorejo, 06 April 2017
KETIKA RINDU MENJADI KEWAJIBANKU
Setelah hari terlalui
Kesaksian malam berpetuah
Seperti juga rinduku yang alfa
Di kesementaraan waktu
Tapi bukan dalam artian menghilang
Sebatas makna yang tersimpan
Apa kabar rindu ?
Hanya senyum yang terus terbayang
Terselip dalam mimpi-mimpi
Layaknya musim yang tergerai
Mengurai di pagi hari
Ini adalah isi
Mewakili detak jejak nurani
Bahwa rinduku tak pernah terganti
Lalu hanya namamu juga
Yang terus tersemai
Ketika rindu menjadi sebagian kewajiabanku
Sukorejo, 02 Maret 2018
MUSYAWARAH JALAN
-pasca menjadi Peninjau Musubra IKSASS Kalipuro XII
Sekali lagi
Di tahun yang berbeda
Genap melangkah tegap
Tetap sama dalam istilah
Bersama gugusan pasang mata baru
Aku dan mereka
Kembali bersua
Dalam satu wadah
Berproses menjadi luar biasa
Suara pekik
Sebuah irama yang terngiang
Menyimak antara kata dan kesepakatan
Bersatu dalam tujuan
Malam ini
Kembali ingin ku beritakan kepadamu
Tentang kebahagiaan, tawa, dan perdebatan
Serta penyampaian
Yang selalu menjadi peta di jalan-jalan
Bersama mereka
Kawan-kawan dari tanahmu
Sebuah malam yang kurindukan
Seperti jua rindu terhadapmu
Yang terus menyesap dalam badan
Sungguh,
Begitu terasa mendalam
Bah simfoni syahdu
Yang terus menguraikan cerita
Dalam warna cinta yang terbina
Sukorejo, 02 Maret 2018
SYAULAM BENDERANG
Lambaian jari menyapa gelombang
Disebuah malam
Sepatah abjad membimbing hasrat
Menunggu gugusan senyum bersimpuh
Manabung rubaiat
Pada sebuah kemarau rindu
Bersama duplikat
Syaulam menyulam lentera
Menabur kilau benderang
Menadaruskan rima dalam telaga
Penuh narwastu sekedar menjadi rindu
Oh, batara
Sunyikah yang kian mengutuk
Pedih nian terasa jua
Mampukah jiwaku jumantara
Sementara puisi-puisi sepah
Terus menjamur dalam dada
Mendekat
Rekat
Lekatlah
Sukorejo, 09 Maret 2018
MALAM
-dalam latar Aqoid Saeket
Di bawah langit yang sama
Tanpa tanah pembeda
Inilah milik kita
Pada sejenak pertemuan
Kupandang senyum penuh kilauan
Menyapa malam
Walau hujan tetap basah
Namun hangatnya rindu
Kaulah fatihah yang kupanjatkan
Ahai,
Begitupun rindu menyiksa sekujur badan
Bagikulah sebuah kewajiban
Sebagai penawar silam
Kaulah isyarat tuhan
Yang mengusaikan pengembaraan
Malam ini
Bukan lembar-lembar gulita
Seberkas cahaya
Engkaulah setengah jiwa
Selamat tidur sayang
Malamku adalah senyum yang tertuang
Dalam sekian bait tulisan
Menyeru namamu
Sebagai wujud karya tuhan yang menawan
Sukorejo, 14 Maret 2017
GOMBENG SARI 1
(di atas kendaraan tanpa atap)
Sepanjang kalipuro
Langkah menyusuri ketapang
Bulusan
Banjar waru
Kelir
Sampai deras mengalir rindu
Oh, Gombeng Sari
Sarikan setiap nafasku
Sekian jalan
Dan terik sinar yang senantiasa hangat
Mewarnai teras perjuangan
Di jalanmu
Aku melihat bayangan
Seonggok rindu dalam ingatan
Yang merajai fikiran
Di batas tatap kakakmu
Ada keraguan menyapa
Takut-takut bermakna salah
Bulusan, 23 Maret 2018
GOMBENG SARI 2
(hati yang masih melekat)
Akarkah itu?
Aku kira benar
Em..bisikan angan dalam hati
Mengawali
Mengantar jejakku kembali
Gombeng sari
Tanah kopi
Durian
Manggis
Kakao
Langsat
Kepundung
Kelapa
Aku ingin semuanya
Sekedar runtuhkan dahaga
Yang setiap kali menyesap dalam peluh rinduku
Walau benar nyatanya
Bahwa rindu itu berat
Biarkan aku saja
Sementara kau tak perlu susah-susah
Gombeng sari, 23 Maret 2018
KETAPANG KENANG
Hai,
Apa kabar ketapang?
Aku kembali
Dengan rindu yang ku punya
Tapi bukan untuk dia
Kepada tempat yang sempat teringat
Ketika ruh kata dan peristiwa
Menjadi altar para pujangga
Ya,
Kau tentunya sudah tau, bagaimana keadaan sekarang ketapangku
Sejumput rubaiyat itu menjadi bekalku melangkah
Di selangkangan waktu menabur rindu
Ah, andai
Adalah andaikan yang terletakkan
Yang didengarkan
Atau bahkan dia rasakan
Di situlah
Aku pernah terkagum-kagum
Tersenyum-senyum
Bahkan terkantuk-kantuk
Seperti jalan hidup yang selalu batuk
Terserah sajalah
Sambil lalu mendengar sayang nomer 2
Versi ska
Jihan dan Nella
Kembali fikiran melayang
Menuang
Berenang menuju lautanmu
Atau dermagamu jua
Yang tak habis kedatangan bahtera
Serta satu lagi yang lupa
Lagu milik juragan empang
Di langit malam
Iseng Aja, 24 Maret 2018
MALAM PERTAMA
Di sebrang ini
Hanya ada lelah menyetubuhi
Membawa sejumput ingatan tentangmu
Kala itu,
Kita masih sempat tunjukan pada bumi
Kilau-kilau senyum di matamu
Bersamamu itu
Aku telah maknai apa itu rindu
Sukorejo, 24 Juni 2018
MALAM KE ENAM
Setelah habis gerai hujan itu
Keringlah ladang-ladang
Membawa gurauan ilusi rindu
Yang tiba bertandang temui tenang
Di serambi hati
Aku mengenang
Selamat malam kau yang di sebrang
Mampukah guratan puisi
Menuang segenap hasrat yang menompang
Ku katakan!
Hatiku masih ada di sana
Kau simpan rapi-rapi
Sebab ragu perlu bukti
Luka butuh penawar
Gelap butuh terang
Sesat butuh denah
Kuatkanlah!
Malamku sekedar frekuensi beku
Yang mengantar suara semu
Sukorejo, 29 Juni 2018
MALAM KETUJUH
Sehabis lelah bergelayut di tepi mata
Waktu yang menghitung
Telah sampai angka tujuh
Menyemu rindu dalam angan-angan
Yang entah berapa bilangan
Tengah gelisah menembus tenang
Dari sebagian kenangan
Aku mengingatmu
Dalam sejumput lika-liku hidup
Hampirilah
Bila ada waktu tiba
Membawa aroma-aroma morise
Di sekujur tubuh mungilmu
Sebab rindu di jiwaku
Adalah pertapaan sunyi
Yang membutuhkan cahaya abadi
Kesediaanmu
Menjadi amanah bagiku
Agar senantiasa mengacungkan mampu
Sukorejo, 30 Juni 2018
MALAM KE SEMBILAN
Ku dengar!
Ada lantunan rindu menjalari fikiran
Membawa lambaian kenangan
Dalam dimensi waktu
Ku belai, batapa hati telah menunggu
Selamat malam kasihku
Selamat tidur
Semoga indah mimpi kian meneduh
Sukorejo, 2 Juli 2018
PRIGEN ADALAH KALIPUROKU YANG AKAN DATANG
Memandang Prigen
Aku melihat Kalipuro dimasa mendatang
Dengan villa-villa mewah
Dengan hotel-hotel megah
Bebukitan rindang
Terhidang daratan terang
Singgah di Prigen Pasuruan
Entah batas atau pedalaman?
Aku menghirup udara teduh Kalipuroku
Bersama aroma-aroma cinta
Bersama wangi rindu
Seduhan kental kopi yang menghangat
Terbibit di setiap ladang-ladang
Di selimuti dingin
Menyesap dalam badan
Aku menjadi rindu
Kalipuroku
Bagaimanakah dimasa depan kelak
Ketika anak cucu telah lahir dari rahim peradaban
Begitu juga ingin aku menerangkan
Tentang bagaimana jalan sunyi
Sempat menuliskan serpihan air mata
Pada hari penghabisan
Di tepi bulan Juni
Prigen,
Malam yang aku luapkan tak terlupakan
Semoga terkenang
Menjadi teduh semboyan
Untuk Kalipuroku kelak
Ketika diri telah berhasil menjadi petinggi
Telapak Prigen,06 Agustus 2018
Komentar
Bukankah salah satu puisi itu
Bukankah salah satu puisi itu untuk saya x-Ball???
Tulis komentar baru