Skip to Content

Antologi Puisi Zaman Pendengkur

Foto toriq fahmi

Peristiwa Pacaran Pertama

 

telah disinyalir mata itu hilang

orang-orang mencarinya di awan-awan barangkali burung membawanya terbang

ada juga yang menyelam katanya tenggelam

 

Seberkas mata itu menghilang

orang-orang mulai bicara mata

bahasa tanpa kata

 

Surabaya 2015

 

 

Legenda Pyromania; Si Kakek Jomblo

 

adalah ia. Yang selalu duduk di pinggir jalan. matanya menghitung pada yang berjalan merah.

laki-laki tua penunggu jalan pertigaan di desa merah, yang penduduknya gemar berbaju merah.

Satu, Dua, sampai Sepuluh mengulang lagi dari Satu. Terus begitu ia menghitung

jika ia temukan kemerahan yang lebih merah dari bajunya. Mulutnya cepat mencerocos:

Tuhan merah

Jalan merah

Langit dan wajahmu mulai memerah.

 

“Cobalah melintas di jalan itu dengan baju merah darah kalau tak percaya”

 

Nasibnya telah lama dibicarakan. ia menjadi mitos di desa itu, cerita bagi laki-laki pemalas yang tak bangun pagi dan lekas ke sawah

 

Konon; istrinya mati sebelum berjodoh, saat perayaan ulang tahunnya yang ke tujuh belas

waktu itu ia mati berbaju merah.

 

Surabaya 2015

 

 

Suatu Hari, Kau dan Keluguan Wajah Kanak-kanak

 

pada sayap kupu-kupumu tumbuh mata yang kau sebut nadir, pupil coklat bening, tidak begitu lentik tapi manis

suatu ketika kau hinggap di sebuah ranting bunga sepatu di halaman rumahku

sayapmu mengepak pelan, yang kutahu mata di sayapmu itu ikut berkedip, tidak ada bunyi, angin enggan meninggi, sunyi seketika, seolah semua tunduk pada suasana

"Ini romantis" begitu seru keponakan-keponakanku

 

Tiba-tiba sunyi pecah , wajah lucu keponakan-keponakanku mengkerut

rupanya kau diterkam laba-laba sebesar jari kelingking

"ini bukan romantis tapi pemerkosaan" kata Qobil keponakanku yang umurnya belum genap lima tahun.

 

Qobil berlari mencari ayahnya, mengadukan apa yang dilihatnya dan bertanya

"Ayah, beri tahu aku bagaimana caranya romantis" si ayah bilang "Kamu harus bisa berdiri di punggung gajah"

pada akhirnya Qobil mati diinjak gajah.

 

"Gajah, kupu-kupu. Aku tak pernah tahu maknamu, tolong jangan sakiti aku"

 

Begitulah keponakan-keponakanku bernyanyi mengelilingi mayat Qobil tujuh kali sebelum dikuburkan.

 

Surabaya 2015

 


tiga puisi yang tercantum dalam kumpulan puisi Zaman Pendengkur oleh komunitas seni dan sastra di surabaya; Serbuk Kayu, Teater Gapus dan Kopi Aksara, yang bekerja sama dengan Dewan Kesenian Jawa Timur

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler