Jarum bergerak lambat, di angka dua
Kasarnya roda menggerayangi aspal
Bertalu-talu menjadi sebuah melodi
Melodi perpisahan yang amat gelisah
Kegelisahan api dan kayu, hari ini!
Bergerak pelan dibawa kabut alam
Tak didapati tempat di balik rimbun
Kayu menangis mendapat kenyataan
Api tak sempat membakar tuk jadi abu
Kayu rindu, resah, gelisah, membuncah
Abu yang dinantikannya tak kunjung jua
Api tak kalah resah, nyala tak sempurna
“Jangan resah, kesempurnaan itu tiada”
Kata sang asap menusuk-nusuk ke ulu api
Sakit yang terperikan itu pernah dirasakan
“Itu bukan alasan bagimu tuk jadi padam”
Kata hatinya meyakinkan, penuh harap!
“Menjelmalah menjadi seperti bentukku,
karena darimu, aku menjadi ada dan nyata”
Nyala api berbinar, berkobar, menjilat-jilat
Hatinya berbatu, untuk menjadi asap.
Asap kini membubung menjadi apa saja
Apa saja yang dia mau dan dia suka
Ketika musim dingin dia menjadi kabut
Menyelimuti kayu yang gagah, tapi sendiri
Dia juga menjadi awan di ujung langit
Bertahan di setiap musim tak kenal lelah
Dari sana, dia awasi kayu, makin melapuk
Musim berganti, tibalah musim penghujan
Kilat datang menggoyang semua isi dunia
Dikoyaknya semua, sungguh tiada ampun!
Kayu yang melapuk dan meranggas juga
Dilalap dan dicumbuinya habis tanpa sisa
Kerinduan sang kayu untuk menjadi abu
Telah datang bersama badai dan topan
Mereka bercengkerama sangat mesra
Di luar sana semua hancur tak bersisa
Di tengah-tengah puing-puing itulah
Mereka berkata pada dunia tentang asa
Di bukit Menoreh abu itu diabadikan
Menjadi sebuah prasasti kehidupan
Tak ada yang tak mungkin bagi-Nya
Wates, 14:55, 2 Januari 2014
Komentar
dan api itu masih menyala
dan api itu masih menyala
Tulis komentar baru