Skip to Content

Awan Sepinggang

Foto Annisa Fadhila Zondry

Awan sepinggang ketika aku pulang menuju rumah. Namun hujan tidak jatuh di kotaku atau pun di kotamu. Tapi awan sepinggang, sayang.
Setibanya di rumah, aku lantas membuka kunci pintu dengan tergesa. Berharap kau di dalam, meski aku tahu: kunci tak hanya satu jika ada yang terkunci.
Harapku benar, kau di dalam rumah: sedang menyisir rambut dan memasang kancing kemeja satu per satu, juga ikat pinggang yang kau kencangkan. Kau tak tahu, aku memperhatikanmu dari balik pintu kamar. Kau masih asik berkaca.

Sepertinya sudah sempurna saat berbalik badan dan mendapatiku yang memandangmu dengan garang.
Kau tersenyum dan mendekat lalu mengusap pipiku yang ranum, "Ada apa dengan nafasmu yang terburu-buru, sayang?"

Aku diam sejenak, "Aku... Aku takut mendapati seseorang yang di dalam kemeja itu bukanlah kau. Awan sepinggang, sayang. Serasa aku belum mengambil kemejamu itu dari jemuran kain. Tapi hujan tak turun di kotaku. Kotamu juga tidak."

Pintu rumah terbuka dan tertutup berulangkali karena hembus angin yang kencang. Awan sepinggang, sayang.
Kutuklah aku menjadi batu seperti Malin Kundang yang terkena sumpah Ibunya, atau seperti Putri dalam dongeng yang tertidur ribuan tahun lamanya. Kutuklah aku jika mati tanpa permisi kepadamu dan itu bukan di lenganmu.

Suaraku yang sama deritnya dengan pintu rumah semakin membuat angin siur dan panik.
Kau mendekat, sekali lagi mendekat, selangkah lagi mendekat, "Kemeja ini aku ambil sendiri dari jemuran karena awan sepinggang, sayang. Dan bisa kau lihat, bukan, kau mendapati aku di dalam kemeja ini."

Awan sepinggang, sayang. Tapi tak menyentuh ubun-ubunku, juga ubun-ubunmu.

Payakumbuh, Juli, 2013


Annisa Fadhila Zondry lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat pada 27 Desember 1995. Menetap di Payakumbuh

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler