: pada Pak Mustafa Lubis
aku lupa, entah pada bait ke berapa dalam sajak itu aku menulis nama-nama para pendobrak kegelisahan, tapi nama ini sangat berkesannya di untaian terakhir kalimat sajak, bagiku dia guru semu yang tak pernah menyapa namaku untuk sekedar menyuruh bertanya atau menjawab tanyanya atau sekedar menanyakan aku telah mengerti atau tidak apa yang di jelaskannya
dia tak pernah menatapku dari ujung kaki ke ujung rambut karena dia selalu melihat sepenggal kepala yang menyembul di jendela kelas tempatnya membagi ilmu atau di balik rimbunnya manusia ketika dia jadi khatib atau tausiyah ramadhan di masjid taqwa
meski matanya kerap menjenguk wajahku dengan senyum yang tak pernah aku terjemahkan
sepotong kepalaku yang muncul di jendela kelasnya membagi ilmu merekam sileut wajahnya dalam memori mentah hingga kini lima belas tahun tak raib
(2013)
Komentar
Tulis komentar baru