KABAR PAGI, 1
Pagi yang gegap menunggumu
di mulut cangkir. Pagi yang gigil,
begitu gelagap di antara getah embun.
Sempat diciumnya aroma bibir
dan harum senyummu yang keriput
sebelum seruput, larut
ke dalam cangkir pertama.
Begitu gugup ia melihat bibirmu
megap-megap, tertinggal
di dasar cangkir.
STFD, 20 Februari 2017
KABAR PAGI, 2
Di dalam kantung lambungmu suatu pagi
aku blingsatan mencari diriku sendiri, lindap
ditelan desing detak jantungmu.
Aku merangsek ke tengah: di serambi hatimu
sambil sesekali berpaling dari mata pagi yang binar
seketika sepasang mataku membidik inti hatimu
Wah! ada lelaki kuyu duduk menanti pagi di situ.
Beribu pagi yang selalu berebut pagi terbaik
di hatimu sudah tahu: itulah aku—lelaki
bercelana kulot di pesta pernikahanmu kemarin.
KABAR PAGI, 3
Masih sangat sepi—tak ada siapa-siapa
kutemukan gelembung pagi di hatimu
berdiang di abu dingin, timbul tenggelam.
Terdengar bunyi hempasan: buarrrrrr
mekar jadi gelegar yang deras
sumringahku melebar: merangkai debar,
mungkin cinta yang menggeletar.
Namun aku masih saja bertanya
siapakah sebenarnya dirimu, puan?
malaikat yang melahirkan pagi?
Scotus, 25 Agustus 2016
KABAR PAGI, 4
Seikat doa malam yang kemarin
kaulekatkan di tumit kiriku
telah tumbuh jadi sepatu pagi
krakukkk!
krakukkk!
krakukkk!!
menembus waktu, menembus jantungmu!
DARI PAGI YANG DINGIN, AKU MEMANGGILMU
Pagi ini, hujan seperti tak berpenghujung
tetingkap mengerang, ranting-ranting patah
menghempas sisa-sisa ketabahan cemara
dan batang-batang kebanggaan angsana
pada angin. Mulai rapuh, tak mampu
mengusir sisa hujan, juga aku.
Dan kau, puan, di manakah engkau?
Mungkinkah ada suatu hari terbaik: kau datang
di penghujung pagi, memeluk lembut seperti angin malam,
lalu menjelma sepasang mata, menghangatkan tubuhku?
Menjelanglah puan, aku sangat kedinginan.
Sukabumi, Juli 2016
Komentar
Tulis komentar baru