Wahai nama yang kupuja dalam batinku yang sangat lirih
Aku mencintaimu karena kau indah dalam pandanganku
Baik itu pandangan hati atau pandangan indra pengelihatanku
Wahai nama yang kupuja dalam batinku yang sangat lirih
Langkah kakiku yang terasa perlahan mulai rapuh kini perlahan mulai terkuatkan karena hadirnya rasa cinta itu
Wahai nama yang kupuja dalam batinku yang sangat lirih
Kini aku mencoba untuk belajar mengikuti arah langkah kakimu sebagaimana engkau mengajarkan aku tentang sebuah kebaikan alam
Kebaikan yang menempatkan alam gunung Rinjani sebagai sisi putih dalam kedewasaan iman dan perilakumu
Kebaikan yang selalu bertaburkan kata-kata ikhlas sebagaimana engkau menggambarkannya sebagai kumpulan-kumpulan bunga edelweis yang selalu segar dengan siraman dinginnya suhu di gunung Rinjani
Wahai nama yang kupuja dalam batinku yang sangat lirih
Mencintaimu adalah bagian dari kebutuhan hatiku
kebutuhan yang terkadang selalu mengalahkan akan kehebatan dari logika manusia
Wahai nama yang kupuja dalam batinku yang sangat lirih
Kini perlahan aku harus berjuang melawan rongrongan hatiku, yang seolah-olah begitu bernafsu mengejar cintamu
Namun, di lain sudut aku harus belajar untuk memberikan pelajaran bagi hatiku dengan cara menamparnya sekeras yang kubisa
Wahai nama yang kupuja dalam batinku yang sangat lirih
Cintaku memang tak sebesar gunung Rinjani
Namun, aku selalu berharap suatu saat nanti akan ada sebuah kesucian hati yang luhur yang lahir dari ketulusan hatiku untukmu, yang lebih agung dan kuat dari kokohnya gunung Rinjani
Komentar
Tulis komentar baru