Skip to Content

Demokrasi

Foto Anif Hidayah

Malam memanggil-manggil bulan,

seakan angin mengiyakan nafasku yang brutal.

Aku tak bisa tidur Bu, gerutuku :'(

sesuatu apa yang buatku begini? apa rindu?

iya mungkin, rindu kau marahi karena diriku telat bangun di pagi hari

rindu kau sindir2 karena maghrib abis tak kuakhiri dengan mengaji.

Anakmu sudah besar Bu, sudah mandiri

Meski mungkin dalam mencuci baju tak pernah kau anggap bersih..

Tapi ada satu Bu, kebanggaanmu.

Aku hafal benar doa dengan lafal dalam kitab suci,

aku ingat betul semangatmu dalam menjalani hati.

Bu, aku janji aku akan menjelaskan padamu apa itu hak pilih saat pilkades nanti,

Jangan sampai kau jual suara dengan duit, yang ditukar kelapa saja hanya dapat sebiji

Maaf Bu, hanya itu. Karena itu yang aku pelajari saat aku menuntut ilmu.

Hanya itu pesan tersirat yang kutangkap dari berbagai buku.

Ibu, anakmu ingin kau bangga bukan karena pujian tetangga

Aku ingin kau bangga karena perbuatanku, Bu. Dan sekarang aku sedang belajar menjadi yang baik

Orang baik.  Doakan. :’(

Karena suara yang dapat dibeli itu hanya suara setan.

Dan, kau Bu. Kau bukan setan.

 

Kau selalu ajarkan aku kebaikan,

Jadi Bu, dalam malam-malamku yang masih terjaga ini,

Aku akan ingatkan dirimu dalam pilihan

Aku tak mau sosok tulus seperti kau Bu,

Atau bahkan 200juta jiwa yang lain

Menjadi setan karena ketidaktahuannnya tentang pemimpin.

Bukan, aku tak mau kau disalahkan

Aku tak mau kau menjadi alasan Bu.

Desa kita, daerah, provinsi, bahkan negara ini  yang dipimpin para pemimpin tirani

Berkedok demokrasi

Aku tak rela Bu.  


01:09

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler