Skip to Content

DERAI

Foto Rahmat adianto

Aku pilu mendengar kesiur cerca
seperti angin berpumpun di awang
dari kolong sebuah rumah kumuh
tempat sanak-sanak terlahir
telingaku tertangkup oleh gunung-gunung
yang memuntahkan lahar dari doa bumi

Aku bertanya pada gagak-gagak
yang selalu mengingat alamat ke mana pun
malam bertambat
adakah wangsit dari leluhur yang akan meredam
api yang bergejolak dalam samudera-samudera
yang akan kulalui?
ketahui dirimu, kau hanya titipan Tuhan kepada
garis tangan orang tuamu.

Kucari makna nama pemberian orangtua
dalam kisah-kisah yang mengepik
di dasar bubun para tetua
di lidah-lidah yang dialiri petuah
tapi perjalanan teramat jalan
mataku terkatup di pertengahan malam
sebelum kisah-kisah usai

Nestapa masih setia mengabdi
dalam petualangan menuju pulang
meninggalkan persinggahan fana-sesaat
sebelum kabung yang bersaksi bisu
sampai tercabik-cabik nirarti

Aku mengembara di kampung-kampung asing
mencari sosok orangtua yang dapat melahirkanku kembali
sebagai reinkarnasi
agar kisah muram yang tercoreng
di lembar-lembar lauh mahfudz
tak lagi benar-benar mengenalku

Kendari, 11 Juni 2019

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler