Lelah mata ini memandang sendu hari dunia
Melihat gelak tawa mereka yang merayakan sebuah kenistaan
Yang menindas berbagai macam kebaikan
Apalah aku,penyair gila
yang hanya bisa mewarnai itu semua dengan sastra
Yang hari ini sudah menjadi barang kuno saja
Mereka tak pernah paham, betapa kata mempunyai jutaan untai bentuk dan gaya
Bentuk yang sekarang bisa kita lihat kejayaannya
Rona harum yang terpancar keluar dari busuk nya sampah zaman
Yang mewangi di serambi langit ke tepian
Aku hanyalah si pengelana lara
Berpindah pindah ruang dan dukanya
Berjalan ke dalam hutan kesendirian dan berteduh dibawah akal yang rindang
Keatas langit, ku selalu memandang
Aku hanyalah perompak di samudera hati
Menjarah berbagai dawai ombak yang sedikit tinggi
Memandang samudera seperti tanda Tanya
Melengkung, membuat kita tak pernah tahu bagaimana akhirnya
Aku hanyalah pengemis aksara
Mengais ngais asa demi menjadi seorang manusia
Menoleh kanan kiri
Berharap langit mu tak terlalu jauh untuk ku gapai
Aku hanyalah binatang yang papa
Yang hanya mengutamakan hawa dan nafsu saja
Tapi, terus tak bisa aku menafsirkan kemana angin berdesir
Seperti kemana dirimu terusir
Oleh keberanian dan keinginan untuk mengelana
Apakah saat ini ada aku di taman akalmu?
Seperti selalu kamu kutemui di barisan buku buku kenang ku
Kamu selalu menjadi burung yang hinggap di mimpi
Menyiul nyiul kan senja di langit rindu
Kepada siapa aku harus duka kan dirimu
Kopi ku sudah lebam di tikam jarak
Kepada apa harus aku larikan diriku
Buku-buku ku sudah usang di rundung malam yang retak
Tapi, hatiku tak kunjung jua murung .. dimana kamu? Aku tak pernah tau
Komentar
Tulis komentar baru