Skip to Content

Ding-Dong

Foto Ratu Diena Miftahul Zannah

Kukatakan padamu ada sesuatu yang menghambat lajuku saat ini. Sebuah permintaan, perasaan kehilangan, dan segala kerumitan yang bergejolak. Semuanya—barang-barang itu serasa menimpa kepala dan memberatkan hati yang selalu ku jinjing kemana-mana. Dimana ada seuntai cinta yang mengalir, diwaktu yang sama aku mengecap sesak yang teramat… sangat … 

Bukan karena kesengajaan jika aku mengagumimu sebagai orang yang ku cinta. Bukan—bukan, sungguh bukan aku yang menginginkannya. Salahkanlah hatiku yang telah lancang memilihmu sebagai jiwa yang mesti ku cintai. Bila ada orang yang keberatan atas apa yang kurasa saat ini, maka bisa kupastikan bahwa akulah orang pertama yang akan mengakuinya. 

Teramat banyak yang menjegal sedu sedanku untuk sekadar melepas kerinduanku padamu. Namun semua kecintaanku mungkin hanya pantas ku urai di alam mimpi. Sebab hanya disanalah aku bisa mencumbu, memeluk dan menyentuh wajahmu—sepuas yang kumau. 
Di dunia mimpi lah, aku dapat menyuarakan lagu cinta untuk seseorang yang ku puja. Seakan aku tak mau tersadar dari mimpi-mimpi ku yang kelewat indahnya. Aku selalu berharap agar pagi tak menjelang, dan aku tak lagi dapat membuka kedua mataku. Biar selamanya saja aku bersamamu di alam mimpi. Karena itu lebih baik bagiku ketimbang kembali ke dunia fana—namun tanpamu. 
Tapi –Demi Tuhan, Demi Engkau Yang Mencipta Langit dan Bumi dalam tempo tujuh hari ,,, 
Bukan ini yang ku mau … 
Bukan cinta seperti ini yang ku inginkan … 

Dalam lamunan, aku menerawang jauh ke sudut-sudut awan .. 
Dosaku terbesar selama empat tahun kemarin adalah karena aku terlalu lama membiarkan hatiku untuk meraba—menerka-nerka bagaimana kisahku selanjutnya. Walau aku tahu, bahwa semua adalah muskil terjadi—mustahil menjadi nyata. Tetapi, orang-orang di sekelilingku selalu—tanpa pernah bosan mengajarkanku untuk terus berharap. Berharap orang yang selama itu berada dalam dunia khayalku untuk segera keluar dan menghambur pada realita. Meski hasil akhirnya adalah hampa dan kecewa ... 

Doa ku—persis seperti ding-dong .. aku yang hanya bisa mengayun-ayunkan tuas keberuntungan atas boneka yang aku inginkan dari luar kaca—memohon dan berharap agar boneka itu bisa keluar dengan “selamat” dari mesin tersebut. Tapi rupanya, tuas keberuntungan yang aku mainkan selama kurun empat tahun tidak berpihak kepadaku… boneka itu telah berhasil diraih orang selain aku. Boneka itu telah menjadi hak bagi dia yang memilikinya. Dan aku, tidak boleh mengharap lagi apa yang bukan milikku. 


Sekarang … 
Sesuatu yang baru telah kulihat dalam etalase permainan ding-dong yang dulu pernah aku mainkan. Mataku tertumbuk pada sebuah boneka yang tidak bagus namun tidak pula bisa dikatakan buruk. Aku hanya bisa mengatakan bahwa boneka itu diciptakan sesuai dengan bentuk yang seharusnya. Dia merupakan sesuatu yang membuat aku senang bila melihatnya. Dia adalah boneka yang dapat memberi rasa nyaman pada diri yang haus ini. Dia bukan sesuatu yang indah—dan itu kupahami benar adanya. 

Begitu sederhananya boneka tersebut dibuat. Terlihat kasar dari luar—tetapi ada kelembutan manakala jari-jemarimu menggapainya. Sungguh, Maha Besar Ia yang telah membuat boneka tersebut dengan segala keunikannya. Aku tidak menyanjungi keindahan boneka itu—karena dia memang bukan sesuatu yang sedap dipandang. Tapi, aku mencintai semua yang terhimpun dalam dirinya. 

Namun, ada hal yang harus ku jaga saat ini. Kau boleh menyebutku sebagai orang yang egois. Karena aku hanya akan menjaga perasaanku terhadapmu. Kecintaanku, bagaimanapun tidak boleh membuatku menjadi buta. Aku tak mau mengulang kekeliruan yang sama. Aku tidak mau dianggap seperti orang yang lebih dungu dari keledai. Aku tidak akan membiarkan perasaan ini meraba terlalu lama. Empat tahun kemarau yang pernah ku lalui bukanlah waktu yang singkat. Terlampau sakit aku dibuatnya. Dan aku tidak mau terlalu lama dibuat menunggu… 

Karena menunggu bukanlah pekerjaan yang menyenangkan .. 
Karena dalam penantian hanya ada dua pilihan: dia datang atau tidak sama sekali … 
Dan aku ngeri bila jawaban terakhir lah yang akan kutemui jika aku menunggumu … 

Maaf atas segala kehebohan yang telah aku buat ,, 
Maaf atas semua kekacauan yang sudah terjadi ,, 
Maaf pula atas ketidak sopanan diri ini yang telah mencintaimu .. 
Maafkan jika aku harus menghindarimu dan pergi dari kehidupanmu selama-lamanya. 
Aku hanya tidak ingin kalau kelancangan ku ini diketahui olehmu.. pengalaman telah banyak mengajarkanku untuk sebuah cinta yang hanya membutuhkan suatu perenungan. Aku hanya ingin memastikan bahwa tidak akan ada lagi tragedy dan air mata yang terbuang sia-sia.. 

Aku jamin—kau tidak harus merasa bersalah karena suatu saat—di masa yang datang—kau mungkin akan mengetahui cinta yang sudah terlambat … 
sebab mulai detik ini dan seterusnya kau hanya akan ku simpan dalam ingatanku saja.. 
Kau … memang tidak indah—dan itu kupahami benar adanya .. 
Tapi kau … adalah orang yang sangat berarti … 


Bekasi, 23 February 2010 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler