Skip to Content

hasrat ini, kepadamu.

Foto ezza

Kala seorang wanita berkata ingin menjadi bunga terindah di dunia, aku berkata ingin menjadi matahari, wanita tidak mengerti kenapa aku berkata demikian. Jika ia berkata ingin menjadi rembulan tetapi aku tekankan bahwa aku tetap ingin menjadi matahari. Ia pasti semakin bingung kerana matahari dan bulan takkan boleh bertemu. Jikalau pasti ia ingin menjadi burung yang mampu terbang ke langit jauh di atas matahari, aku akan tetap menjadi matahari.

Wahai wanitaku, camkan dalam hatimu, bahwa semua keinginanmu itu hanya membutakan tentang cintamu padaku. Bukankah semua itu penuh dengan syarat yang harus kupenuhi? Tidak, dengarlah apa yang keluar dari bibirku. Jadipun engkau bunga aku akan tetap menyinarimu tanpa kumengharap hiburan tentang tarian-tarianmu saat engkau asik dengan sang angin. Atau secantik apapun bulan itu, aku akan tetap memantulkan cahayaku kepadamu tanpa aku rengkuh iriku saat yang lain kagum atasmu. Bukankah itu layak untuk cinta?.

Di kedalaman jiwaku ada nyanyian tanpa kata ,ataupun syair tanpa lagu.  Namun cobalah untuk mengerti akan apa yang nyaring keluar dari rongga mulutku ini. Agar engkau mampu menjadi bayangan yang bisa kusentuh lewat getaran maupun bisikan.

Sebisanya diriku mampu membawa kerlip bintang walau hanya lewat pantulan, namun kupastikan air mata ini mampu untuk menyikapnya walau tak seindah embun menceritakan guratan-guratan mawar.

 

Inilah senandung dalam renungan, sengaja kuhias dengan kesunyian , walau sedikit dilupakan oleh kenangan, dilumatkan oleh kebenaran, ditirukan oleh impian, dipahami oleh cinta, disembunyikan oleh kesadaran, dan dinyanyikan oleh jiwa.

Ku kira ini lebih semerbak dari melati yang akan bersembunyi dalam merdu dawai-dawai yang siap diadu dengan samudra.

Siapa berani membandingkan prahara ini? siapa berani meneriakkan kehendak hasrat ini? manusia mana yang berani menyanyikan lagu ini?

 

 

Dengarlah sekali lagi aku. Kemarin jiwaku laksana pohon tua yang kuat, menebarkan akar-akarnya kedalaman tanah dan menjulang ranting-rantingnya menuju langit. 

Apa yang telah kau lakukan, berdiri memandangku lalu bersandar ditiang kayu sambil menertawaiku?

Hemmm... hem..hemm, kini kau tahu aku telah terpeleset. Akankah kau melupakan hasrat-hasratku?

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler