Usiaku,
Sudah rentan dengan tahun
Terlalu melelahkan untuk menghitungnya dengan jari
Walaupun dengan jari-jemari anak-anakku sendiri
Aku,
Sudah terlalu tua
Menampung beban anak-anakku
Anak-anak yang tumbuh dewasa
Namun tetap balita,
Anak-anak yang merangkak dengan cawatnya
setiap masa
Bertindak bak tak berdosa
Mengoek memecah telinga
Aku merasa lelah
Menjadi Ibu yang diperbudak berjuta-juta jiwa
Anak-anak yang memeras susuku
Hingga jadi darah
Yang meletakkan beban dipundakku
Hingga jadi tulang-tulang patah
Ragaku,
Menjadi semakin kering
Semakin layu
Semakin sesakitan
Akibat buah hatiku
Tapi murka apa
Yang mungkin kutujukan untuk anakku?
Raungan macam mana
Yang bisa dipahami oleh anakku?
Aku,
Dilahirkan takdir,
Yang meredam airmata,
Dendam dan sakit hati.
Aku bergaris tangan sebagai Bunda,
sehingga maafku melebihi rentang langit
Lapis tujuh milik Tuhan.
Yogyakarta, Mei 2000
Komentar
Maha Ibu
Ibu muara segala keluasan.
Saya suka membaca sajak ini.
Salam kenal saya.
Mohon bimbingannya disini.
thedarknessofsatire.blogspot.com
TERIMA KASIH
M' Yayag YP, Terima kasih sekali atas pujiannya. Saya ini masih pemula. Juga masih sama-sama belajar. salam kenal :-)
tentang ibu
jadi ingat Ibu Pertiwi
yang mengandung diri ...
menarik puisinya
sy suka baca dongeng2 Mbak Kappara lo, keren deh ..
salam hangat ... :-)
TERIMA KASIH
Ma kasih mas edi atas pujiannya. Saya suka sekali dengan puisi-puisi mas, terutama "Aku Terlempar". Salut atas pertautan kata-katanya yang berirama seperti musik. Indah sekali. Salam hangat kembali :-)
ibu bumi
aku sudah mengenal ibu bumi yg pernah datang kepadaku
akupun sering bertanya adakah yg tahu jeritannya ternyata ada yg mendengarnya sebenarnya ibu datang sdh lama tapi anak anak tdk pernah mengenalnya
begitulah tabiat anak adam.
begitulah tabiat anak adam. Jarang menghargai ibu bumi,...
Tulis komentar baru