Skip to Content

Inilah Wajahku yang Buruk

Foto didit jp

Dipinggiran kali ada asap-asap yang baru saja apinya berkobar. Semua mata tertegun melihat asap yang mengaliri sepanjang kali. Ada yang menyusup lalu kemudian asap itu tersapu entah dibawa kemana pergi. Bisa jadi di negeri Swis atau perancis.

Banyak manusia hanya melongo menunggu datangnya esok pagi dengan rautnya yang menggenang kecemasan dihadapan negeri yang gagah, yang diaduk dengan ramuan yang mengglobal. Dan kecemasan itu seperti wajah-wajah yang hendak melayat laki-laki bunuh diri dengan cara menggantung diseutas tali. Tak lagi ada damai, damai diam-diam. Diam-diam damai sambil menyeberangi negeri-negeri yang penuh kedamaian meninggalkan torehan tanda tangan.

Aku tidak tahu budaya atau dendam kesedihan yang diramu menjadi bara. Ah, itu kurang merangsang imajinasiku saja. Bisa jadi bipolar mereka yang tak dapat direnovasi lantaran sudah runtuhnya moral, ekonomi dan runtuhnya intelektual yang melintasi antara realitasnya. Hingga asap-asap terus tertiup angin yang tersesat kembali berkobar membakar hati kepada orang-orang di negeri ini sehingga terus membayangi jejaknya sendiri. Semua tak lagi berarti.

Inilah wajahku yang buruk , yang terus memainkan peran melalui mulut penyair. Teruskanlah kobaran api itu dan timbulkanlah asapnya jika negerimu hendak ingin kau runtuhkan, dan engkau tatap hanyalah puing-puing reruntuhannya. Tetapi aku pasti melihat dengan meratapi negeriku sendiri dengan lentera kasihNya.

Pawiyatan Luhur 2014

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler