Jangan Sembunyikan Kata dari Mata Kita
(Menyatukan dua kepala kepada kata)
Sepertinya ada yang mulai menuangkan kerinduannya pada rongga jiwa, seperti hujan membasahi tanah tandus di hatimu. Kekasih, adalah engkau yang merajai tiap detik berlalu dengan kecemasan, menyulingnya menjadi ribuan kata pada altar jingga. Dan aku ingin mereguknya seperti cawan usang dimana engkau tuangkan rindu di atasnya. Semoga aku dapat menenggak mabuk. Mabuk kata.
Masih saja aku tertatih dalam setapak berduri, menyusuri bebatuan menuju padang tak bertepi. Hirup saja sampai aku dirasuki hingga mencambuk setiap relung lelah. Maka hanya namamu yang kutemukan dalam jerit bisu. Terduduk. Dan seribu gumam pada dzikirku adalah tentang kau yang mabuk di persimpangan. Berbisiklah, sayang! Biarkan menyusupi jalanan dimana riuhnya membuka mataku. Menjeritlah sambil mengulur. Masuklah dalam rimbaku, melukislah walau absurd. Dan aku suka ketika kau mengaduh dalam tabuhan puisi. Dan biarkan kubangun keabsurdan dalam asaku mencumbui dunia kata. Seperti ingin merdeka dari sakit hati. Meledaklah!! Melekatlah!! Menjadi kata, setubuhi bahasa untuk kulahirkan puisi dan prosa dari rahimnya.
Dalam hina masih saja berkembang biak. Hanya lirih ingin larut dalam pelukmu. AKH!! Bulir itu lagi. Kendaraan dicipta airmata adalah suci, seperti halnya fakta dalam berita. Lantas berdoa pada satu-satunya yang kita punya; kata. Sebab penjarakkan sempurna.
Bernafas dalam pikir yang gerakkan jemarinya. Merah merengkuh meski terbelenggu. Karena nyatanya aku masih di balik cadar. Ironikah? Terpejam terus merasuki dan dirasuki mantra dari kata-katamu. Membuncahlah kata menjadi pelangi, dalam duniamu ketika itu angin akan menemukan namamu terselip di dahan akasia. Hati-hati, kata adalah tajam seperti halnya duri akasia; dapat melukai kolibri.
Merangkai derita serta bahagia. Jangan lagi kau pertanyakan. Hidupku sudah tak berampun. Biarkan duniamu menjadi labirin yang kususuri. Atau ketika kau redupkan, maka aku masih di balik cadar ini? Kau tahu wahai penyair? Tak bisakah berbagi pada bocah yang miskin kata ini?
Tasik-Bogor, 14 Nov 2011
AD. Rusmianto-DeAnnita
Komentar
Salam
Assalamu'alaikum , kawan :)
Mohon kritik dan sarannya karena sesungguhnya saya masih belajar menulis dari nol.
Terima kasih :)
DeAnnita
kereeeeeeenn......
puisi prosa yang JLEB. bagus.
Kolaborasi
Kan ini kolab sama awi
DeAnnita
Tulis komentar baru