Skip to Content

Jangan Sembunyikan Kata dari Mata Kita

Foto DeAnnita Sigara

Jangan Sembunyikan Kata dari Mata Kita

 

(Menyatukan dua kepala kepada kata)

 

Sepertinya ada yang mulai menuangkan kerinduannya pada rongga jiwa, seperti hujan membasahi tanah tandus di hatimu. Kekasih, adalah engkau yang merajai tiap detik berlalu dengan kecemasan, menyulingnya menjadi ribuan kata pada altar jingga. Dan aku ingin mereguknya seperti cawan usang dimana engkau tuangkan rindu di atasnya. Semoga aku dapat menenggak mabuk. Mabuk kata.

 

Masih saja aku tertatih dalam setapak berduri, menyusuri bebatuan menuju padang tak bertepi. Hirup saja sampai aku dirasuki hingga mencambuk setiap relung lelah. Maka hanya namamu yang kutemukan dalam jerit bisu. Terduduk. Dan seribu gumam pada dzikirku adalah tentang kau yang mabuk di persimpangan.  Berbisiklah, sayang! Biarkan menyusupi jalanan dimana riuhnya membuka mataku. Menjeritlah sambil mengulur. Masuklah dalam rimbaku, melukislah walau absurd. Dan aku suka ketika kau mengaduh dalam tabuhan puisi. Dan biarkan kubangun keabsurdan dalam asaku mencumbui dunia kata. Seperti ingin merdeka dari sakit hati. Meledaklah!! Melekatlah!! Menjadi kata, setubuhi bahasa untuk kulahirkan puisi dan prosa dari rahimnya.

 

Dalam hina masih saja berkembang biak. Hanya lirih ingin larut dalam pelukmu. AKH!! Bulir itu lagi. Kendaraan dicipta airmata adalah suci, seperti  halnya fakta dalam berita. Lantas berdoa pada satu-satunya yang kita punya; kata. Sebab penjarakkan sempurna.

 

Bernafas dalam pikir yang gerakkan jemarinya. Merah merengkuh meski terbelenggu. Karena nyatanya aku masih di balik cadar. Ironikah? Terpejam terus merasuki dan dirasuki mantra dari kata-katamu. Membuncahlah kata menjadi pelangi, dalam duniamu ketika itu angin akan menemukan  namamu terselip di dahan akasia. Hati-hati, kata adalah tajam seperti halnya duri akasia; dapat melukai kolibri.

 

Merangkai derita serta bahagia. Jangan lagi kau pertanyakan. Hidupku sudah tak berampun. Biarkan duniamu menjadi labirin yang kususuri. Atau ketika kau redupkan, maka aku masih di balik cadar ini? Kau tahu wahai penyair? Tak bisakah berbagi pada bocah yang miskin kata ini?

 

 

Tasik-Bogor, 14 Nov 2011

AD. Rusmianto-DeAnnita


Komentar

Foto DeAnnita Sigara

Salam

Assalamu'alaikum , kawan :)
Mohon kritik dan sarannya karena sesungguhnya saya masih belajar menulis dari nol.
Terima kasih :)

DeAnnita

Foto AD. Rusmianto

kereeeeeeenn......

puisi prosa yang JLEB. bagus.

Foto DeAnnita Sigara

Kolaborasi

Kan ini kolab sama awi

DeAnnita

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler