Jejak yang kau tinggalkan di pasir pantai
telah hapus diterpa gelombang pasang
tempat anak anakmu kejar kejaran
dengan kelender yang berguguran
“Dimana rumah kita?” katamu.
Begitulah waktu berubah dari satu wajah ke wajah lain
Lalu kenapa kau masih ragu?
Lihatlah bayangmu di balik embun.
Tersenyum mengagumi jatuhnya hujan
pada rindumu yang kedinginan.
“Lalu kenapa wajah kita begitu absurd?”
kau coba memahami desir hujan
yang mematuk jendela begitu sunyi memagut cinta
Lalu kau pun berlari
menggores rindumu dengan jemari belati yang sepi
Dokumentasi Sastra Mandiri, Tbh, Nop 2010
Komentar
Tulis komentar baru