kau pesankan kopi yang ku suka malam itu
ketika langit tak menunjukan rasi bintang
dan dingin tak tertangguh kulitku, kulit kita
kau tunjuk kuburan di selatan
dan celepuk di bawah bulan
lalu kau menyapaku dengan buku
dan tiga kata pada halaman pertama
tak mungkin ku lupa
tapi kau terus bicara
padaku, pada buku, dan daun-daun itu
“Tuhan” katamu, “tak lagi menyeramkan”
“Dia bisa ditawar dan kita tak perlu bertengkar
kita hanya perlu berbagi rasa kopi ini”
Angin mulai lamban, detik memberat
langkah orang malam terdengar sarat
kau semakin dekat
setalah tiga teguk kopi hangat
Ini bukan perjamuan.
Ini pertemuan yang kudus, dimana indah tak teringkus
kau berkata aku mengerti, aku berkata kau mengerti
kau diam aku mengerti, lalu aku diam
namun kau tak mengerti
Komentar
Tulis komentar baru