: Fresenta Masad
mobil-mobil telah pergi.
deru mesin yang disisakannya
semakin lama semakin samar.
lampu-lampu menyala, redup.
langit menggelap.
angin dari barat mengabarkan hujan
yang akan segera turun.
dan tiang-tiang di bahu jalan itu
serupa kesedihan yang
telah cukup lama tertahan.
mereka berdiri, tegap,
tapi tampak rapuh.
orang-orang yang berpura-pura tak
mengenal dosa, telah datang dan pergi,
menyeberang dan singgah,
mendekat menjauh. aku, di sini,
masih mencoba membaca ulang
apa yang tertulis di Perjanjian baru.
sejarah adalah masa depan
yang terlalu cepat datang.
masa depan adalah sejarah
yang terlambat menetas.
di antara keduanya, kita mengalami masa
yang prematur, di mana kepastian
adalah penafian akan banyak hal yang telah terjadi,
dan kematian dianggap sebuah perjumpaan
antara satu jiwa dengan jiwa lainnya.
bagiku, kematian adalah jarak
yang tak mungkin diukur.
dan aku membenci segala hal
yang memisahkan.
adzan maghrib dikumandangkan.
rindu kembali terulang.
rasa sakit yang sama. keinginan yang
sama akan sebuah pengampunan.
bernyanyilah. aku akan memejamkan mata
dan menghirup setiap sunyi
yang kau lepaskan.
perlahan-lahan, hujan turun.
perlahan-lahan, kenangan kembali.
halte ini seperti Maria Magdalena
yang memilih tinggal untuk
mengingat-ingat wajah Yesus.
di pangkuannya, aku seorang anak
yang menyaksikan ingatan
bertemu keberangkatan.
di tempat yang jauh, engkau
adalah altar yang setia
menemani salib.
suatu hari, di sebuah gereja,
aku akan menemukanmu berdoa,
dan kesedihan akan terlelap
pada kursi-kursinya yang tertidur,
menunggu keberangkatan
selanjutnya.
Bogor.Maret.2011
Komentar
Tulis komentar baru