ORASI SINGKAT
Saat mersucuar tak berkedip lagi, maka hari ini banyak pemimpin menutup mata
Esok akan malu pada lusa
Bila air halal dinikmati para pendosa, akankah kita sadar jika esok matahari terbit dari barat
Sementara spanduk di jalan tertuliskan boleh keliru asal tidak melanggar umatnya
Satu tujuan satu rasa dan roman sama seperti karmina
Zaman akan berlumut hingga tanya arti barakati
Persatuan akan kalah, kita bersumpah mempersilakan leluhur
Wanci, 18 Juli 2018
ANAK PANTAI
Pasir pernah putih di tahun lalu, sengaja disinari mentari
Laki-laki bersama harapannya di pantai sedang duduk menjaga amanah
Kini telah menangis bersama pancing malangnya
Alangkah malang nasib bila dikutuk hanya memuja laut
Ke mana nasib anak pantai itu, ketika murka di tanah sendiri
Mimpi memohon telah dihapus ombak pagi buta
Kembali amanah itu bersama, mencari dataran tinggi agar mimpi tak hilang
Sedang angin pagi semakin panas, laki-laki masih di tempat tadi
Menangis dengan ketaatan memandang prajurit pasir yang telah kalah
Mencoba memahami kutukan dengan melukis air mata di pasir
Sebab pasir telah patut melihat nasib si anak pantai
Kini kutukan melanda, neraka belajar tertawa
Jika mau ia bisa ridho
Wanci, 1 Juni 2018
DESEMBER
Berjalan pada lembah Desember menghadiri letih
Memakai sendal sunyi menginjak tanah air
Sampah berjanji keresahan
Sumpah kekayaan perutku menebar kalung
Desember awal kesedihan
Bait lorong terjang menjelma bagai dasar sungai
Membenci sumpah para petinggi kayangan
Sengaja menebang fajar dalam kegulitaan
Demi selembar kertas terlukiskan sengsara
Aku terdiam lalu menelan awan
Bisu hingga aku dituntut agar diam
Saat daun mulai terjun kekuningan
Ke mana kumbang yang pernah berdoa
Aku malu jika berkokok saat ini
Tubuh lenyap saat tisu ditelan bibi
Tanah air berduka
Kugenggam sunyi menginjak rahim kini terlantar
Mereka mampu menitip air hujan
Kendari, 1 Desember 2018
JEJAK PENYAIR
Gelombang meluncurkan anak panah
Berirama namun perih dihuni waktu
Burung ketakutan mencicipi alamnya
Memohon menghargai fajar yang ganas
Air laut menyaksikan kesalahan keindahan
Tentang butir-butir pasir elok nan hitam
Saat kerang memilih abadi di bawah tanjung
Air mata mengalir menghapus sisa dosa
Sementara anak hujan meninggalkan ketakutan
Kemana jejak penyair yang pernah memuja liur batu
Resah keramik ketika tergantikan
Hingga matahari tersenyum menyaksikan tegak alif
Terseruput sampah pada akar genangan meninggalkan rindu saat sore
Derita pernah redup dalam hangatnya pelukan alam
Hanya mampu istirahat di atas bangku cokelat
Hingga karang berkelana bagai anak nada tunggal
Kini nasib memuja alam tentang hujan di bibir
Biarkan pipit bersiul tanpa induknya
Aku bukan manusia
Aku hanya seekor singa yang belajar memakai derita
Menerkam dengan senjata kuno
Mendekap takdir bukan mengulang masa lalu
Menghadiri undangan persimpangan senja
Menyisahkan bayangan takdir gaib
Banyak sisa makanan di meja mengapa dimanja
Masih banyak anak jalanan yang rindu mati dan takdir
Ingat kehidupan sesungguhnya setelah bermain dengan senja
Kini putih jalan terakhir saat pena merindui
Rindu akan menanti tanah
Kendari, 2 Desember 2018
BANGKAI JANJI DAN GADIS KACA MATA
Menangis saat memuja bangkai-bangkai janji
Berimanlah kitab tertuliskan aksara merah
Sandi pohon beringin berjenggot meminta usia
Bukan kemiskinan hanya rindu tentang raut lalu
Mata air segitiga menampung arwah wali
Berjalan pada anak tangga penuh lumpur indah
Menelusuri gelap mencari suara kelelawar
Berjuang membalas mistis, legenda, hingga rindu
Mencari kehidupan pada lubang yang taat
Bercinta dengan sumpah dasi di pasar malam
Mereka Lebih indah gincu si gadis kaca mata
Kendari 27 Oktober 2018
Komentar
Tulis komentar baru