Skip to Content

Lirik Hujan (1)

Foto edi sst

Lirik Hujan (1)

oleh edi sst

 

Angin berhembus

Menyelinap di teras atas

Sebuah rumah di Jogjakarta

Bersama tempias rinai hujan

Menetesi jejak malam kota

Rintiknya memukul jiwa

Menjadi harmoni satu nada

 

Tiba-tiba aku merasa sendiri

Hujan ini begitu kekal dan sunyi

Angin pun tak terasa mati

 

Tok tok tok

Terdengar tiga ketukan

Di tengah malam begini dingin

Diakah yang datang bersama hujan?

(Dengung sayap seekor capung

Menabrak pojok dinding

Begitu mengagetkan)

 

Jogja, Januari 2011

 

 


sumber gambar :

Komentar

Foto infernalkiss

Sepenggal lirih serangga malam

Tak hanya hadir saat mata terpejam. Ilusi menyerang tajam memangsa kejam, seperti peluru para pemburu yang menghujam. Adakah selumbar realita di lipatan - lipatan mimpi yang menyelipkan kegelapan ?

Aku adalah serangga malam di balik bebatuan kala hujan menabuh gemuruh riuh di permukaan bumi. Memendam rindu pada desir angin di selisik ilalang yang selalu membisikan rahasia tentang keheningan. Mana kenyataan dalam cinta yang mampu menjadi titian rasa untuk menyebrangi sunyi menuju kebahagiaan abadi ?

Kesendirian yang mulai meramu semua semu menjadi Siratan penat yang menjaring kekosangan dalam simpul mati memerangkapkan hati dalam penjara tanpa teralis. Sekitar menjadi bisu yang haru dan tak berdenyar. lalu, Kepedihan yang tak berkesudahan menyelisik tabir hidup yang melulu membuka medan di bentangan kelamnya jagat dan muramnya langit. Banyak yang di pertaruhkan disana, bahkan kesudian untuk menerima kebenaran yang sesungguhnya.

Kadang, aku ingin keluar dari kehidupan ini. Ketika pahit getirnya hidup tak mampu melahirkan puisi yang berpagut dalam rengkuhan larik - larik penuh dengan kedalaman filosofis. Huruf - hurufnya hanya meladeni keluh. Mesti mencoba merangkainya memakai gubahan kata apik dengan idiom - idiom terang dan putih, itu hanya senyum yang menyembunyikan pilu.Tak lebih.

Aku adalah serangga malam di bawah gulita jelaga yang menyembunyikan rembulan di balik jubahnya. Membekap rasa kangen pada cahayanya yang senantiasa mesra menatap debar jantungku. Tak ada lagi rupa warna kehidupan, hingga aku terjebak dalam kehampaan yang mengendap. Mana kenyataan dalam berbagi yang mendedahkan sejatinya kedamaian di reruntuk sepi ?

Lelah ku harus setia menanti kebeningan dimensi ruang dan waktu untuk menyenandungkan nyanyian yang mampu menyelinapi kuping - kuping semesta, tapi mereka hanya menganggap sebagai musik pengantar tidur. Lalu terlupakan saat fajar sempurna menyusupi pagi yang menggenggam hangat hati.

Foto edi sst

tulisan nyastra

Tulisan yg nyastra, neh
Saya suka tulisan2-mu, Lastcocaine

salam kenal ... :)

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler