Skip to Content

Maafkan Aku Tak Dapat Tidur

Foto didit jp

Maafkan aku tak dapat tidur selama sepuluh tahun bukan lantaran insomnia, tetapi mendengarkan pertemuan para politisi merancang negeri dan untuk kutu kutu yang setiap hari harus menjilat darah. Seorang perempuan datang dengan matanya yang sudah kering tangis tanpa meratap. Tak jelas dan benar tak jelas. Bintang pencerah bumi tertutup halimun. Daun daun kering jatuh, ranting rapuh sebentar lagi berita duka di negeri terus membelai alat pendengaranku. Saudaraku mati dimutilasi dan sekali lagi dimutilasi bukan dimutiLasmi. Minyak goreng tumpah, koruptor basah, sastrawan dapat selembar rupiah. Politisi menari di pasar mengikat janji dalam pertemuan dipuncak sunyi. Aromanya menyengat ke langit dan merambah ke negeri sebelah yang nyaris merata di riak riak samodra sebagai lembaran sejarah bangsa.

 

Maafkan aku tak dapat tidur yang masih hilir mudik malam ini. Politisi masih merancang kemerdekaan disebelahnya perempuan entah itu anak kandungnya seperti menyimpan cinta menggantungkan tutur dari siapapun yang bertahta duduk dibelakang meja-meja atas kemilau cahaya. Aku melihat cahaya itu hingga pagi buta sembari membuka daun jendela di belakang dalam pangkuan mesra. Maafkan aku disiang ini. Kebenaran disuguhkan disebuah pesta tadi malam. Perempuan tersedu di pojok antara bayangan sendiri menggenggam kesedihan. 

 

Maafkan aku tak dapat tidur  nanti turun hujan. Tentu dingin di halaman sisa sisa dari pesta tadi malam. Aku ingin menenteramkan pikiran dan kebebasan para perempuan yang kini dalam rehabilitasi lantaran  tumpahnya botol botol koruptor. Aku melihat puing puing reformasi di sini yang menjual  mimpinya mewakili seluruh jagad menunggu kematian. Meski dulu sampai saat ini tidak pernah disentuh oleh siapapun yang berbicara tentang keadilan, tentang petani, tentang pelacuran, tentang nasi goreng, tentang minyak wangi dan dasi. Sudah tenggelam barangkali atau kegagalan dalam potret buram yang mengakibatkan isi negeri mencari kemakmuran sendiri.

 

 

 

 

 

Pawiyatan Luhur Semarang, 2014.

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler