apakah kita masih membangun puisi
dengan metrum dan rima seperti kemarin?
sedangkan aku hampir lupa memetaforakan larik-larik
di langit hati dengan simbol-simbol yang kularungkan
dalam setiap doaku
dan benarkah sajak pelangi telah menampung
gelap malam menjadi dzikir di denyut nadiku?
bila kau adalah sebagian dari seuntai doaku
maka tasbihkanlah cahayamu
dalam pagi-malamku
sampai hujan pun tak kan memandikan rembulan
dan kau pasti menempati ujung malam,
bersemayam terang di seluruh pembuluh darahku
maka kita akan menemukan satu sajadah panjang,
bermuara satu cinta kita, hingga maut pun tiba
terbentuk kubah abadi mencahayai.
dengan metrum dan rima seperti kemarin?
sedangkan aku hampir lupa memetaforakan larik-larik
di langit hati dengan simbol-simbol yang kularungkan
dalam setiap doaku
dan benarkah sajak pelangi telah menampung
gelap malam menjadi dzikir di denyut nadiku?
bila kau adalah sebagian dari seuntai doaku
maka tasbihkanlah cahayamu
dalam pagi-malamku
sampai hujan pun tak kan memandikan rembulan
dan kau pasti menempati ujung malam,
bersemayam terang di seluruh pembuluh darahku
maka kita akan menemukan satu sajadah panjang,
bermuara satu cinta kita, hingga maut pun tiba
terbentuk kubah abadi mencahayai.
Komentar
Tulis komentar baru