Skip to Content

Negeri Yang Membubur

Foto Aban Tampomas

Di tengah kemacetan yang panjang

serta hujan yang menyerbu kota

Bising kendaraan memaki

Diriku yang terjelembab di lembah kebodohan dan dosa

Dalam selimut kabut

Aku menunduk menapaki jalan

aku menatap keadaan

ruang dimana aku merasa sendiri

bersama beberapa kebodohan yang telah terjadi

 

Setiap hari aku membual tentang mimpi-mimpi yang menjauh

Atau seseorang telah menjauhkannya dariku

Entah melalui mantra-mantra atau do’a-do’a yang dikabulkan

Kadang batin ini menangis merasa terbebani

Akan janji-janji yang pernah terlontar

 

Menginjak usia yang mematang

Mata terbelalak loncat kesana kemari

Bibir terkatup, telinga terkunci

Dan jiwa telah terbelenggu

 

Di persimpangan jalan

Pengemis menangis

Busung lapar melanda

Kebodohan meraja lela

Pemerkosaan menjadi hal yang biasa

Kekerasan rumah tangga menjadi tak terelakkan

 

Pengembara jalanan berteriak dalam dendang

Menciptakan lagu-lagu cinta untuk bangsa

Dengan kritik yang menarik serta menggelitik

Namun Para pemimpin sibuk menata kursi

Tapi,  lupa menata nasib dan kehidupan rakyat

 

Sementara di arena pendidikan

Teriakan beberapa mahasiswa terperangkap

Terjerat di bawah tebalnya amplop dan sebuah perjanjian

Dan pendidikan kini telah terjebak

Di lumpur kepentingan

 

Siapa yang harus disalahkan

Ketika pelajar mengobral birahi

Karena pendidikan berbayar mahal

Atau mereka tenggelam

Pada Gemerlap suasana malam yang asik

Pergaulan yang bebas amblas

yang diciptakan negara asing

sebagai racun di negeri kita

 

Kemiskinan perlahan merambat

Menjadikan kita babu-babu negeri asing

Tua dan muda dipaksa bekerja

Mereka menggarap sawah, membangun kebun

Sementara hutang bangsa

Belumlah terlunasi

dan maling-maling lapar

Tertangkap dan dihakimi

 

Bubur menjadi makanan pokok

Untuk mengirit beras

Harga sembako semakin melonjak

Tengkulak dan rentenir semakin keji

Meraup bunga-bunga kematian putra bangsa

 

Adakah diantara kita yang menangis

Atau peduli melihat semua yang telah terjadi?

 

Setidaknya, Kita kembali berpikir

Dan membuka mata.

Negeri ini menjadi asing

Bau kencing para turis tercium dimana-mana

Mereka bebas berjalan telanjang

Dan menampilkan buah dada

Sementara tuan rumah menjadi babu yang rapih

serta takluk pada kehidupan

 

Adakah diantara kita yang peduli?

terhadap  pengangguran yang mulai lelah

mengetuk pintu pekerjaan

jutaan anak-anak yang merindukan nikmatnya bangku sekolah

ribuan rumah tergusur karena soal pembangunan

 

Atau,

Pada tatakrama yang telah sirna

Pada budaya yang perlahan mati

Pada kesatuan yang mulai pecah dan berantakan

 

Mari,

rasakan semua dengan bijak

kita perbaiki dan berjuang bersama-sama

Ingatlah saudaraku

Indonesia berhak untuk bahagia

 

Manisi, 17 februari 2015

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler