Skip to Content

Pantai Empedu

Foto Binoto H Balian

Pantai Empedu

Beginilah. bila rindu mengeja rintihan,
mulut lelaki:
tak henti-henti berkoar membentaki bukit.
dan paling benci
memunguti tetes-tetes sepi
yang telah menggunduk jadi empedu,
sementara,
bisu temu masih saja kau pelihara di bibir mu.
aku sedang tercecer,
di pangkal ombak perbatasan,
menyusun buih
menjadi selengkung jarak
yang arahnya
mengejar laut, menuju arah hilang
yang buru-buru mendamparkanmu
ke pantai asing
ombak tak menoleh,
ombak tak minta maaf
ketika ia curi dirimu paksa,
di atas kapal.
dan lagi-lagi, aku pecah jadi buih,
ombak sadis:
terbahak menamparku yang sedang terbakar,
yang hancur
dan yang berantakan
ketika ku tau,
bahwa harus tiba aku
memproklamirkan sunyi
helai-helai senja:
kugulung satu per satu,
saban pagi
aku tuntaskan lukisan bulan-bulan sabit.
berpacu
dengan musim: berlomba menguliti waktu
sebab tak ingin kupetik mawar,
sebelum tangkainya menyerah,
sebelum serbuk bunganya berhenti tersenyum
ke arahku,
sebelum durinya benar-benar menusuk.
sebelum!
o awan, o burung elang,
o kapal, o angin, o ombak
yang terkekeh-kekeh menyumpahi sunyiku!
mari berdamai!
aku lumpuh terhajar matahari,
aku remuk terkunyah bulan.
tungguku ini: terkilir oleh pitingan tahun
maka persilahkan aku:
berkeluh-kesah pada ratu ombak,
pada ratu badai
yang menyembunyikan tubuh kekasih
sepuruk palung waktu yang tak terjangkau
jawab rintihku ini:
di pelabuhan mana, dia kau tambat?
dan telah sekenyang apa kau kunyah bayangnya?

kutemukan,
tubuhku
kian lebam dihimpit tebing sepi
yang tak tenaga lagi aku panjat.
: selingkar hati: masih melengkung di jemarinya.

Topi Tao Toba, Januari 2005


Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler