Penyair mendapati hatinya
larut dalam seduhan kopi
diantara paradigma kata
entah apa yang bisa diseduh
di sekumplan kata penuh dogma.
Penyair hampir tak peduli
bagaimana membaca hatinya
satu hal tentang makna kopi
melarutkan makna di seduhannya
dan mengalirkan rasa ke jiwanya.
Penyair sepintas merekayasa
metafora dalam hitamnya kopi
menyeduh dogma dan paradeigma
tapi ia ragu sudahkah hatinya
larut dalam pahitnya hakikat makna.
Medan, 25 03 2013
Abdul Malik.
Komentar
Tulis komentar baru