Skip to Content

puisi edy soge ef er

Foto Deo Helero

Puisi-Puisi Edy Soge Ef Er*

 

BULAN JAUH

Ada bait-bait rindu malam itu

Sendiri di luar rumah memandang bulan

Di bawah naungan dingin dan bayang-bayang cemara

 

Di luar rumah adalah kerinduan

Pintu terbuka melepas pergi

Lalu tertutup dan berulangkali diketuk rasa kangen

 

Rumah:

Bulan jauh yang purnamanya

Berpijar pada setiap sendiri

Ingin pulang, das Heimweh

Ledalero, 28 Agustus 2018

 

DARAHKU MAWAR MERAH

Rumah Sakit Sitohusada suatu siang

Merekam karamnya kapal darahku di laut nadimu

Yang rindu mengalirnya debur hidup,

Biarlah ia lelap di lengan karang jiwamu

Sebab kurelakan harus terjadi.

Darahku mengalir semilir di urat nadimu,

Aku tak mau matamu lelap bersama embun;

Kuhadiahkan merahnya dua kantong doa

Agar bola matamu binar memandang.

 

“Aku rela layu di bening matamu.”

 

Rumah Sakit Sitohusada suatu siang

Adalah eden cinta yang menyita pandang mata

Mawar merah kita eratkan bersama rintik waktu,

Aku telanjur membiarkan ia tumbuh di hilir alir darahmu.

 

“Kau adalah taman yang bakal aku singgah,sekedar

Menikmati indahnya kembang merah jiwamu.”

 

Rumah Sakit Sitohusada suatu siang

Kau terbaring lemas mengemas rinduku

Aku tegar berbaring membagi harapmu

Barangkali kau paham,darahku mawar merah.

                                                            Nenuk, 2016

 

SUATU MALAM DI TEMPAT PAMERAN

BULAN SABIT PUN TERSENYUM BINAR

 

Malam menaggalkan dingin dan ingin berpendar gemerlapan

Di antara hiruk-pikuk pesona dan gemuruh debur kagum.

Kita berjumpa walau keluh; adakah dulu mawar sempat mekar?

Sekejap kecap anggur terteguk.

 

Kita berpisah ketika lukisan dan pembacaan sajak

Menjadi pilihan ingin masing-masing. Aku masuk aula

Dan kau menata senyum dari binar kagum matamu

Pada stan yang memajangkan lukisan-lukisan eye catching

 

“Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka”

Kuingat baris ini ketika kupandang jauh.

Dari pintu kubalas senyum bulan

Sambil kudengar bisiknya:

“Malam ini kutitipkan purnama untukmu.”

 

Orang ramai mengurai rinai rindu

Di sepanjang tatap membekas percik-percik

Nostalagia. Aku semakin sendiri.

Di depanku ada yang merona:

Anak-anak cacat merayakan ria gembira yang sendu

Langkah mereka mengharukan; kaki-kaki kecil

Yang kehilangan firdaus, galau gemulai

Sepi dari alas kaki bagai kemarau di ranting cemara

 

Kudekati seorang yang masih riang.

Bertumpu dengan kaki kanan, keringat memancar dari pipi

Ia tersenyum padaku dan berkata: “Aku sedang merayakan purnama.”

Aku kagum-kagum: “Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka.”

Aku memeluknya erat dan kurasakan hangatnya rembulan

Dan belaian gemintang dari lengan perkasa.

 

Malam itu, bulan sabit pun tersenyum binar

 

                                                                                    Mei, 2017

*Edy Soge Ef Er, mahasiswa semester II STFK Ledalero. Bersama Deef Ngo menulis antologi cerpen bersama “Jendela Sunyi”. Sekarang tinggal di wisma St. Gabriel Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero, Maumere.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler