Skip to Content

Puisiku*

Foto Aqsha Al Akbar

Puisi ini aku tulis dengan rajutan rindu.

Yang menyambut biru dan hijau langit beserta daun.

Aku tak selalu bisa menyempurnakan ingatan tentang rentang waktu masa kecil dulu, bersamamu.

Jika aku mengingat itu, sekilas kisah hanya membawaku pada bingkai yang dihiasi air mata.

Aku hanya ingin menulis tentang kuatnya, atau barangkali tentang lemahnya diri saat merasakan kasihmu.

Klise yang berserakan selalu aku biarkan begitu.

Agar terus alami dan tak pernah ternodai.

 

Gendonganmu saat menenangkan hati dan kegelisahan diri, kini samar kurasa.

Ledak tawa dan berat suaramu kini jauh kurasa.

Tapi, bukankah hidup memang akan seperti itu?

Meninggalkan cerita dan kembali merangkai cerita.

 

Merantau, adalah impianku sedari dulu.

Meski aku tak pernah tahu apakah aku memang sedang merantau atau menyusahkanmu.

Aku telah kenal pada dunia.

Selayaknya dunia yang berusaha menerimaku sejak kau meneriakkan pada mereka, siapa namaku.

Aku selalu terpagut dalam bayangan masa-masa, yang kadang menyeretku untuk berpeluk pada suatu bayang.

Ayah, aku selalu membayangkan bagaimana kehidupanku kelak.

Saat kau tabur harapan dan mimpimu padaku, yang terkadang menghantui perasaanku, yang terkadang pula membangunkanku.

Pikiranku juga terkadang merangkak jauh menggapai pikiran yang lain.

Yang berlari menemu konklusi.

Meski cerita itu belum lagi kujajaki.

 

Ayah,

Aku selalu ingin membahagiakanmu.

Aku pun selalu ingin mencurahkan kelembutan dan cintaku padamu, tanpa perlu aku malu.

Ya, aku tak pernah mampu menggelorakan perasaanku dengan sikapku padamu.

Tapi aku bersyukur, lekukan wajahmu selalu ada di setiap dan seluruh diriku.

 

Ayah, aku telah menciptakan jutaan puisi.

Aku telah menjadi kekasih puisi sejak lama.

Tapi, aku tak pernah meletakkan dirimu di setiap barisan aksara yang penuh cinta.

Bukan, bukan karena aku tak peduli.

Tapi, sejatinya Ayah lah puisi dalam hidupku.

 

Ayah,

Jangan pernah berpikir untuk jadi sempurna sebagai Ayah.

Ayah tidak perlu menjadi itu.

Biar lah puisi-puisi yang menterjemahkan betapa sempurnanya dirimu.


*Sebagai Kado untuk ayahku, yang memasuki usia 49 Tahun.

Komentar

Foto Anonymous

baguss :)

baguss :)

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler