Aku membangun dimensiku sendiri
Ku rangkai urat-urat dalam otakku
Ku rangkai pula kepingan-kepingan suara dunia
Ku satukan dengan mataku yang ku kira nyalang
Membentuk serangkaian motif yang ku usung di dadaku
Dan ku suarakan, inilah warnaku
Inilah fahamku
Inil adalah benar
Inilah kebenaran
Tanganku berotot kekar menggenggamnya
Tapi ternyata gagal
Dimensiku hancur
Mungkin badai terlalu perkasa
Tidak! Ini salah
Aku gagal
Ku baca banyak judul
Ku cerna setiap sinopsis
Aku merenung di setiap koma dan titik
Memandangi setiap lekuk wajahku
Di setiap cermin yang ku rasa bening
Ku tengok kegagalanku
Dan ku buka lajur baru dengan tongkat dan parang yang baru
Sampai akhirnya aku keluar dari semak dan ku lihat cahaya
Cahaya! Ya, cahayanya begitu terang
Semuanya akan terang di semua lapang
Tapi ternyata gagal
Cahaya itu bukan mentari
Cahaya itu adalah api dari semak yang terbakar
Dan badai mengabulkan kehancuran
Ternyata inipun salah
Aku gagal
Aku mengunci diri dalam palung hati
Kemudian berpatroli ke sekujur jiwa
Ku cek semua nadi
Ku ikuti setiap arus darahku
Mencari kemungkinan kerusakan bhuanaku
Ku tengok lagi kegagalanku
Ku kumpulkan tiruan-tiruan suara Tuhan
Ku rajut menjadi baju jirahku
Aku menjadi lebih berani
Aku maju
Aku melaju
Aku berpacu
Ya, aku kembali berpacu
Tapi ternyata gagal
Nol!
Aku marah? Mungkin tadi
Aku hancur? Mungkin tadi
Aku putus asa? Mungkin tadi
Ternyata aku gagal lagi
Lagi-lagi aku gagal
Rupanya badai adalah penguasa
Raja fana raya
TIDAK! Itu salah
Kegagalanku adalah bahasa cinta Tuhan
Tuhan menyayangiku
Aku imani itu
Tapi...?
“Tuhan…, di detik mana misteri ini berwujud, aku mohon Tuhan…, segerakanlah…”
Jum’at, 00:59 WIB, 02-03-2012
Komentar
Tulis komentar baru