Sajak Rindu Teruntuk Perempuan Pendulang Rembulan
Selepas meminang sajak di matamu hatiku kunjung bersyair. Di sana kutemukan pelangi bekas bidadari menerjuni telun berasap kemudian aku mabuk di dalamnya. Tuak mana yang lebih memabukkan dari mata itu? Terngiang pulalah helaan nafasmu yang serupa kabut merayu pucuk-pucuk teh kayu aro. Aku sempoyongan.
Perawan bunga kurinji, berkali-kali kuingin menciduk rindumu dari bibir danau kerinci, danau tempat kita menyulam resah setelah penat bermanja kala senja menapaki tanjung hatta di musim bercinta. Seharmoni kidung rimba kudengar rantak senyummu hanya untukku, berderai-derai jalinan aksara rencong kau dengungkan sampai aku lupa telah jauh memunggungimu.
Wahai perempuan pendulang rembulan, masihkah desau angin sungai penuh mengibas rambutmu yang pernah kukepang ketika kita memadu kasih sepanjang larik rang kayo gedang? Rambut yang sehangat letupan air semurup, selembut genangan danau tujuh, laksana jejeran pokok teh lingkupi merapi. Aku tenggelam di helaiannya begitu basah.
Ah, inginku kembali tapaki sakti alam kincai, menemuimu yang saban hari berlimau di bawah temaram senja. Akan kubacakan sebait sajak rindu untukmu sembari kita kunyah senampan sirih nan bapinang dan berdua kita nikmati arak-arakkan awan niti mahligai.
(Batang Hari, 20 April 2012)
Komentar
Pangeran Kata
Pangeran Kata suka puisi 'Sajak Rindu Teruntuk Perempuan Pendulang Rembulan' ini. Diksinya klasik dan nostalgis.
salam
Kritiknya Pangeran Kata, jika berkenan ^^
Tulis komentar baru