Melepas Pergimu Kembali
aku pandang wajahmu di temaram senja
pada lembayung diujung jalan ini
mengapung sendu merah jambu seroja
perlahan menujumu menepi
hambar senyummu tersungging terpaksa
seulas sejenak kausembahkan sekilas
perlahan lembut sentuh pipi berurai air mata
tatapkan rindu hati padamu meretas
kidung cinta doa kusertakan
mengiringimu mantapkan perjalanan
pantang wajahmu kaupalingkan
meski sekadar lambaikan tangan
aku tak selalu dalam pelupuk, kaumemandang
yakinilah aku selalu ada dalam hatimu bertandang
bersanding beriringan menjaga asamu sayang
merasuki hatimu hadapkan wajahmu di negeri seberang
tanpa ruang hati ini menyatu
tanpa jeda jiwa ini bersamamu
aku yakinkan hati esok lusa besok hari
kaudatang memeluk mesra sanubari
~kau pasti kembali~
Magelang, 24012014
Melukis Bayangmu
perlahan purnama tergelincir luruh
ujung pena inginkan lukis senyummu
goreskan indah bening bola netramu
gariskan lengkung rikma menyentuh
berirama jemari mainkan warna berbagai
pada kanvas dihadap terpapar terpaku
terkuas lembut warnai menyentuh tergugu
rengkuh jemarimu diantara perihku andai
semilir bayu antarkan pagi teririsku
perlahan hijau biru ungumu menghilang
terberai tercecer diantara tetes embun
terhempas pada kejora terkelip diam
beribu bahasa diam tanpa kata termakna
sebentar saja tak terenda teruntai terucap
parasmu kian pudar terpucat pasi
mengiring syahdu nyanyi kukila lemah
terlarung mimpi merapuh terduduk
merapat pekat tinta terhampar tertumpah
tak lebih inginku lagi memandangmu
kini bayangmu tersapu lirih menyingkir lalu
Magelang, 11 Maret 2014
Goresan Agustus Tentangmu
Bagiku, Agustus (kali ini) begitu indah. Bentang cahaya bintang kurasa ada dirimu yang mendekat pada setiap menjelang terbit mentari. Meskipun sebenarnya ratusan jarak cahaya memisahkan raga kita dalam satu benua. Mata kita sama. memandang kejora di kedip malam. Engkau berpijak pada serpihan debu di ujung pulau. Aku di sini, pada geladak yang layarnya sedikit terkembang, terombang-ambing di bibir pagi. Mencatat detik demi detik kerlip pancar berpendar.
Bayangmu sulit hadir. Hanya keyakinan yang mengabarkan kau ada di hadapku. Membuat senyumku terkembang penuhi wajah merona merah jambu. Harapan menyesak di dada, mengisi rongga yang hilang sedari hari kemarin. Pada Juli yang masih sisakan titik hujan. Mulai menapak asa kembali di Agustus permulaan.
Tak ada yang istimewa. Hanya gambar wajahmu yang tersenyum tanpa perubahan. itupun aku tidak tau, benarkah itu wajahmu. Namun larik rangkaian katamu. Bait dendangmu menjatuhkanku pada tempat yang aku sendiri tidak tau di mana. Apakah itu lembah penuh batu.
Apakah itu padang rerumputan hijau yang menyejukkan kalbu. Atau pada awan yang menyisakan gumpalan putih berarak. Ketika aku melambung saat engkau tuliskan coretan indah untukku.
Agustus ini. Merah biru jingga putih kuning ungu. Ingin ku goreskan pada selembar kanvas. Jingga warna auramu. Ceritakan tentang putih lembut hatimu. Legam rambutmu ku rangkai satu-satu. Kusulam merah bibir dengan renyah tawamu. Tak satupun akan ku lewatkan warna warni indah sorot bening matamu. Sedikit ungu lengkapi sudut ruang hati. Jadikan biru kekuningan warna hidupku.
Entah. Sudah berapa lembar demi lembar kuhabiskan. Bercerita tentang tertawamu dan kibasan rambutmu yang beranak di dahimu. Tak habis tinta dalam cawan berkisah untaian manis pribadimu. Hingga Agustus menuju penghujungnya. Tak juga usai jemariku menulis untukmu.
Agustus akan segera usai. Akankah September nanti hujan akan jatuh bersama rinainya. Datang bersamamu. Bersamaku duduk di bangku ini.
Bersama menggores muara kisah tentang kita. Di mana engkau dan aku memandang langit penuh bintang. Berdua. Tanpa harus dunia berkata, “Itu hanya khayalanmu saja....”
Magelang, 19082014
Komentar
Tulis komentar baru