Skip to Content

Sebuah Refleksi (3) : Bersama Empat Elemen

Foto Fahmi N Mustaqim

Kini kedalaman akal tak bisa lagi bersenyawa sejalan kerangka harapan

Diantara relung kerongkongan yang menghantarkan jalan pernapasan dari alam hingga urat nadi dan urat syaraf kefanaan. Itu adalah kau atau mungkin hanya kau….

Melintasi waktu, menapaki fase-fase kodrati yang mengalunkan senandung nasib hingga berujung pada titik replika kekosongan.

Secara harfiah itu kau.. dan kemungkinannya adalah kau..

Kini berbicara tentang aku, ya.. kini adalah aku yang menginginkan namun tak sanggup untuk menghkatamkan jalan setapak tentang keadaan masa lalu,masa kini, dan masa akhir..

Sepertinya itu bukan klise walau keinginan terbesar itu adalah kamuflase, yang secara garis besar berpintu keegoisan, bertembok arogansi yang didasarkan kenangan..

Kenangan yang berisi kau… dan memang itu kau…

 

Nasi telah jadi bubur, benang telah usai menjadi kain…

Kengiluan yang mendarah daging menuaikan jerit hati hingga menjadi sebuah kebiasaan,

kebiasaan yang terlalu dirasakan hingga mencapai menjadi sebuah kebutuhan..

kebutuhan yang pasif, fiktif, imajinatif….tentang kau….. lambat laun masih tetap kau….

 

Hunian terror penderitaan, pemukiman seribu keyakinan

Nirwana kesunyian, penjara cahaya kekal

Neraka hamparan senyuman, kotak kayu berisi keajaiban

Pemakaman beribu mukjizat, taman hiasan kotoran,

Istana negeri puisi, rumah kegetiran berlatar kenaifan,

Adalah aku, atau itu engkau….

 

Ikrar regenerasi kelabu ; bersama air, hujan, dan api semua berputar bersama angin karna aku adalah angin yang yakin akan perputaran perasaan, yang teguh akan pendirian pada semua arah mata angin.

Saatnya titik perubahan, dan inilah titik rona awan kelabu awal kekeringan kegetiran dan nuansa hitam pekat alam fana. Ini aku, air,hujan, api dan angin.

Komentar

Foto SANG PENGEMBARA

Sebuah refleksi diri yang bersifat menyeluruh.....

Sebuah refleksi diri yang bersifat menyeluruh, lahir dan bathin, mengosongkan hati dari segala macam pikiran....melihat diri sendiri secara telanjang...hasilnya sebuah sikap jujur terhadap diri sendiri. Penguasaan ilmu filsafat, dan psikologi menjadikan puisi ini kental dengan aroma akademik....relatif agak sulit dipahami oleh masyarakat awam. Secara khusus puisi ini mampu membuat saya jadi berkaca diri...terima kasih bung, saya menikmati karya-karya anda. Salam sastra.

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler