Skip to Content

/Sebungkus Nasi/

Foto Abduh Sempana

Sebungkus Nasi

/1/

Menyusuri sepanjang jalan kota

Jalan setapak, jalan kampung, dan bukit-bukit

Menyeberangi laut, samudera biru

Menuju desa-desa, pasar, lorong-lorong, terminal, emperan toko

Menyanyikan lagu-lagu nestafa

Menyuarakan suara-suara lara

Mendendangkan nyanyian sengsara

Adalah kehidupannya yang sudah seperti kutukan

Sepanjang hembusan nafas pelan

Seorang buta yang berusaha melihat dunia

Bangun tidur tanpa sapaan sepotong roti atau teh hangat

Siang hari usus-usus terasa melilit

Kerongkongan tandus

Sekeping logam belum menyapa saku badan

Orang-orang memilih menutup pintu dan pagar rumah

Namun terus berjalan dan terus berjalan

Tano, Alas, Sumbawa Besar

Sabar.

 

/2/

Matahari mulai condong ke barat

Sebungkus nasi memanjakan lambung

Terasa kenyang

Hilang sudah dahaga

Senyum tawa sedikit menghiasi bibir rata 

Kembali menyanyikan lagu-lagu di tengah keramaian pasar

Di situlah sebungkus nasi menjadi syair sebuah nyanyian

Yang akan selalu terkenang

Dan selalu dikenang

Petikan dawai gitar menghalau matahari garang

Orang-orang berkumpul mendekat

Menikmati lantunan improvisasi

Yang diiringi gemerincing tutup botol minuman bersoda

Pukulan gendang kulit domba

Gledut, gledut, gledut.

Membahana

 

/3/

Orang-orang semakin ramai

Tua, muda, gadis, janda

Penjual bakulan, pedagang emperan, para sopir dan kernet angkot

Menyempatkan diri bergoyang

Lalu saku baju mulai berisi recehan

Saku jeans belum dapat jatah rezeki

Bernyanyi dan bernyanyi

Hingga sore hari

Malam menghatui

Segera mengumpulkan kardus-kardus bekas

Kertas-kertas koran

Sebagai alas tidur di bawah tangga terminal

Tanpa kain tanpa selimut

Nyamuk merayap-rayap menghisap

Semut menyengat

Kuman-kuman tersa menggeranyangi kulit kepala

Dua hari tidak mandi

Tiga hari tak gosok gigi

Anjing menggonggong di atas kepala dan bawah kaki

Mimpi

 

/4/

Bangun pagi-pagi

 Dapat mandi genangan air kali

Matahari mulai meninggi

Kembali berjalan mengais rezeki

Kembali menyusuri jalan tak bertepi

Kembali berteman dengan terik mentari

Debu-debu jalan

Deru mobil hilir mudik mencari muatan

Riuh ibu-ibu menjajakan barang dagangan

Di sambut tawar menawar pembeli

Kembali terdengar lagi

‘Sebungkus nasi’

Demi sebungkus nasi untuk hari ini

Semua sorot mata beralih pandangan

Seraya melepaskan koin-koin sisa belanjaan

Sisa laba, sisa beli bensin, sisa rokok...

Bagaimana dengan sisa korupsi?

Adakah sisa korupsi yang harus dibagi-bagi untuk sebungkus nasi?

 

/5/

Mereka berkumpul di bawah pohon

Jemari mulai menghitung rezeki

Recehan dan kertas dierpisah

Yang melek kelihatan ber-aksi

Menyimpan sebagian di kantong sendiri

Korupsi tidak hanya dikursi

Si buta hanya mendapat jatah hasil bagi

Tidak cukup untuk anak isteri

Hanya sebungkus nasi...

Lagu itu kembali kudengar mengiris hati

Hingga kini.

 

Lombok Timur, 01 Oktober 2013

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler