kemanakah perginya malam yang menaut kita dalam kelam meski dengan bunga kasih sayang kita berjalan panjang sepanjang mata menyorot gelisah dalam bentang tanya yang mengambang: berapa lama lagi kita menyepi ini
kemanakah perginya lakon yang dulu meromantiskan kita pada dua episode yang kita lewati dalam bingkisan tak jelas meski mencoba mewarnainya dengan "tadideng dideng sayang" dengan manjamu yang menggetarkan geloraku hingga mendidihkan sel-sel hemaglobin melebur jadi aliran dahsyat menuju satu titik: siapakah kita yang terlalu berani memulai
kemanakah Nai... jalan-jalan yang dulu panjang melewati tanjakan yang akan mengeratkan linkaran tanganmu di tubuhku lalu turunan-turunan yang menyandarkan dagumu di bahuku lalu lika-liku yang selalu merapatkan tubuh kita agar selalu seirama kiri kanan dan jalan-jalan lurus yang menyandarkan pipimu di pundakku kiri kanan silih berganti ataukah kini kita tersesat pada peta ego yang begitu mencekam
kemana jugakah Nai... rekaman-rekaman memori yang kita abadikan dalam bidikan lensa sekian megapixel dari pemandian Aek Sijornih sampai Dolok Bunga juga di hamparan alam pegunungan sepanjang jalan Sigurung-gurung yang kita mulai di tepian Danau Toba yang masyhur itu ataukah kau telah menyisihkannya jadi masa silam
jika waktu hanya punya keluangan sedikit sampai kita melupa; akan kucatet dan mimpi kemesraan yang pernah kujanjikan mungkin bagimu hanya serupa kisahan sedang aku akan tetap melakoninya meski bukan denganmu
Andam Dewi
Selasa, 5 Agustus 2014
Pukul 02.30 WIB
SUATU MALAM KETIKA CUMBU BERTEMU CUMBU TANPA RAYU KITA TERBUAI KEASYIKAN LALU KITA LUPA BAHWA CINTA BUKAN MILIK KITA SELAMANYA HINGGA JARAK MEMBENTANG KITA TERJEBAK EGO YANG TAK BISA KITA LERAI
- 5597 dibaca
Komentar
Tulis komentar baru