Skip to Content

Surat Bertinta Api

Foto Binoto H Balian

Surat Bertinta Api

 

Sudah pecah ombak penutup

badai sore ini. tapi,

masih ku rindu surat-surat sufimu

menerompetkan nada-nada obat

atas sunyiku yang semakin menyengat

barangkali komat-kamit lidah puisimu sudi

menjilati nanah sepiku

sebagaimana

lidah-lidah ombak yang pintar mencumbui pesisir.

aku sering kegelian, tertawa sendiri,

manggut sendiri, menjerit sendiri.

tiap kali puisi-puisimu

tiba-tiba berubah jadi pisau, jadi cacing,

jadi mawar, jadi batu,

jadi tangis, jadi badai, jadi api

jadi empedu

yang kadang terkunyah mirip ketumbar

aku tau, waktu

tak lah sekerontang pelataran sepi

yang kini kuperistri.

namun,

kecerewetanmu membongkar

segala gudang bayang seberang,

dan oleh lugumu mengirimi kabar sunyi

yang tiada beda,

seperti kulihat:

arwah cintaku bangkit lagi

dari puing gedung-gedung tua

yang telah hancur,

juga dari tiang dermaga reok

yang kini tumpas diwarnai lumut

tatapan tajam mercusuar:

meruncing, tikami mataku.

sesengat kabar-derita rinduku

yang kau tuang juga di sehelai kertas usang

yang masih terselip di saku celana

suratmu itu,

kau tulis. namun kau kirim terlambat

jauh sesudah

penghujung sunyiku pulih tiga purnama lalu.

Ampun! sepulu tahun

aku berdiri, sebagai tugu.

tungu yang jelma jadi artefak:

apa masih kurang pahit?

Ini,

ku kirimi engkau miniatur-tahta-sepiku

sebagai hadiah nikahmu.

sebab katamu

tak lagi engkau sudi melacur

pada sebait kenangan usang

yang telah kau sumpahkan

sehanya sepah-sepah permainan

 

Pekanbaru, oktober ’03

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler