Surat Untuk Presiden
Sedikitpun hamba tahu, tak sepatutnya
tertulis surat cinta untuk yang mulia
pun hamba mengerti, tersebab nasab yang melata
tapi apalah daya seorang hamba, hanya tinta sanggup berkata
pada tu(h)an yang kuasa
jikalau tuan berkenan “tengoklah gubuk nan reot itu”
di dalamnya seorang tua terhunus samurai jepang
matanya tertembus peluru belanda
kalaulah bukan untuk tuan pada siapakah ia berkorban
dengan tulus hamba memelas “tuan tengoklah reruntuhan itu”
di balik rekah tembok, tangan seorang professor menggores
mencipta tuan-tuan esok hari
kalaulah bukan untuk tuan, untuk siapalah rambut yang berguguran
sedikitpun hamba mengerti, jikalau hamba seorang tuan
pastilah hamba enggan tuk manatap sampah-sampah jalanan
karena daki yang menempel
jikalau hamba seorang tuan
pastilah kaki ini kelu tuk berjalan di kejauhan
pesawat pesawat siap mengajak terbang keangkasa
menikmati dinginnya salju di eropa
memandangi tandusnya alam di afrika
sambil mengeruk kemakmuran, bersandar
pada kursi kemelaratan
jikalau hamba seorang tuan, tak ada sanak serta family
menderita busung dan lapar
lumbung-lumbung pangan ada di genggam
menyerap saripati bangkai manusia
tapilah hamba seorang hina,
hanya bisa berharap dan meminta
“tuan jangan engkau gunduli kami
Dengan parang dan bara api”
Sungguhpun hamba hina adanya
hanya sanggup memikul pena
sambil menatap layar peradaban
samar terlihat seorang Tuan atau Tuhan
yogyakarta, 7 Desember 2013
Komentar
Tulis komentar baru