Skip to Content

Tentang Kemanusiaan

Foto Aditya Yuda Kencana

Senja itu mengawangkan hampa kesunyian

Hanya terdengar lanskap silam dingin dan kosong

Membuka tirai di kompleks persinggahan dekat rumahku

Kusudahi eksposisi kelam yang mengasingkan romantika keindahan

Gugur, membayangkan senyum bagai fatamorgana

dan mitos cimanuk yang menggoda wajah kesakralan

 

Di sepanjang musim, kusemai wangi dupa dan kemenyan

Bersama sajadah kiblat yang melucuti kerinduan

Membiarkan anak-anak dilebur menjadi sup, kepingan logam, atau bahkan

makanan anjing peliharaan.

Lalu aku lari bersiap untuk mengisyaratkan gerhana

Sebagai tanda bahwa disini telah ada peperangan yang membuncah

Sebagai retorika kehidupan. Dan romantisme angan yang aku rindukan.

 

Aku ingat, zaman kebengisan yang membiaskan moyangku

Kujinakkan matahari yang menghitam dalam bisu malam

Tentang dongeng-dongeng berdebu yang kau tinggalkan:

Membangun berhala, membakar cakrawala orang-orang kini,

dan menyandang bantaran yang semakin tenggelam

bersama sungai-sungai penguasa yang tak paham aroma sejarah

Aku pun ingat, para pahlawan telah dilipat untuk dikenang sebagai mitos belaka

Berbisik riuh bersama peziarah yang menyadap prasasti, sajak, dan puisi kanak-kanak

Berhamburan bocah-bocah bertelanjang dada, berteriak tanpa bayang peluru nyasar

Lalu, ribuan dajjal berbaris merapalkan pancasila dan pidato kepala sekolah

Mengunyah jerit wanita dan anak-anak

Sementara tubuh-tubuh terbongkar tanpa wajah cemas

Terlalu lama hitamkan aliran darah, biarkan masa kanak-kanak seperti kelinci lucu

di ruang percobaan. Dibedah tanpa bius oleh kurikulum kekinian.

Memasuki mimpi, mencairkan gema adzan yang terkubur,

dan enggan menyentuh tasbih, sujud, serta huruf-huruf arab dalam rakaat peradaban

Lalu kau menukarnya dengan secuil syahwat?

 

Pesan kemarau mengerut diantara hiruk pikuk kijang yang tersungkur dan candu masa silam.

Aku tak bosan membaca kisah-kisah yang tumbuh

Di atas lahan yang memberikan rasa akan makna kesetiaan

Menanggalkan karang, merindukan muara.

Mengejar jejak barikade yang memainkan lagu kematian

Menyayat perih hati nurani di sepanjang zaman diskriminasi dan intimidasi

Misi kemanusiaan berkobar!

Anak dibunuh!

Istri dirajang!

Ibu ditendang!

Ayah? Tidur dikuburan.

Menjilati anyir darah, bau busuk, dan tanda tangan malaikat

yang berdiam diantara jerit waktu yang terus berkejaran

serta kegelapan di layar kaca

 

Aku lelah menjaga senja!

Berebut Tuhan di ruangan untuk kita berbagi

Ah! Aku lari hingga tak sampai!

Tapi silhouet senja seolah menyatu dengan bising mesin tik

Berikan petuah tentang musim reformasi

Saat kamboja kembali mencium nisan

Di pelataran episode kelam yang hangus sebelum mengabu

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler