Skip to Content

Trilogi Puisi Cinta

Foto Musafir Hayat

/1/

SURAT CINTA

 

mengapa ada sepi, pada mata yang luka?

 

membaca surat cintamu

laksana nyalakan lentera saat gulita

suratmu kudus dan perawan

pada tiap potong mozaik zaman

 

membaca lagi suratmu

hatiku bergetar riuh

dalam dekapan rindu

 

suratmu  jadi pelukan resah

yang merayap pada senyap saat

airmata meluruh pada sajadah

deras jatuh tumpah membuncah

 

suratmu bicara

menembus ruang hampa, nircahaya

menyapu hati beku, jasad kaku

getar meregang urat nadi

 

sesali bara yang jadi abu?

ah,

 

suratmu memapah

tapaki lembaran baru

dengan langkah tertatih

hadapkan wajah penuh nanah

pada terang rona purnama

 

suratmu menyapa

jiwa yang mokhsa

pada pias cahaya

 

tanpa warna, tanpa rupa

 

suratmu  tekateki

yang selesai kuterka

saat api hangati kaki

 

surat cintamu telah kubaca

mengapa ada sunyi, pada hati yang duka?

 

/2/

KEKASIH

 

kekasihku

puisi telah selesai melukis mimpi kita

tepat saat  kau tabur bunga kemboja

di atas pusara duka

 

kekasihku,

mengapa begitu pendek perasaan kita?

sebentar-sebentar mudah putus asa

padahal langit masih menyiratkan tanda

masa depan cerah bagi cinta kita

 

 

 

kekasihku,

masihkah kau menyimpan seiris puisi

yang pernah kukirim saat kau khusyu berdoa?

 

ah, betapa kosong kekhawatiran kita

 

sebentar-bentar berdusta demi hilangnya luka

padahal garis pantai masih jadi cakrawala

batas antara mimpi dan cita-cita!

 

kekasihku,  

apa yang menyeretmu memutus nyawa?

padahal burung podang masih berkicau

padahal seiris puisi baru selesai kucerna

sebagai perekat kejujuran kita

 

kekasihku,

masihkah ada rahasia antara kita?

sejak kau mengenalku lewat puisi

yang kukirim sebagai pertanda

kacaubalau – risaugalau hati tersayat

tajamnya pisau mahaduka

 

kekasihku,

seiris puisi ini hanya potongan cerita

yang tak pernah selesai kubaca

kerna engkau terburu meninggalkan

diriku sendiri pada jurang dalam 

dari hasrat yang menganga lebar

 

 

 

/3/

TAUSYIAH API

 

apa yang bisa kau maknai, jika nafas sudah

sampai di pangkal leher?

 

“allohu akbar”

dan terputusnya kenikmatan itu, akan menghampirimu

kapan saja, dimana saja

baik kamu menunaikan panggilanNya

ataupun menyiakannya

dan orang yang berjihad itu

tidaklah mati seperti perkiraan mereka

tapi sungguh hidup dalam gelimang nikmat

abadi di sisiNya

 

“allohu akbar”

dan mengalirnya darah mujahid itu

 sungai yang mengalir ke muara

disambut seribu bidadari

yang saling berlomba

merengkuh atas ijin azzawajalla

pemilik Firdaus dan Adn

sungguh nyata!

bara yang jadi abu, kini terseret jauh

terbawa riuh angin yang kian dingin

 

“allohu akbar”

jika jihad  jalan terpilih

aku ingin bersama kita lewati

apa yang menyulut jiwa manusia

untuk bergerak bersama?

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler