Mendung tergantung dilangit jakarta,
Dahaga tanah yang merekah
Dahaga atap yang retak
Dahaga mimpi orang dijalan
Di ketiak ibu kota,
Akan berakhir….
Hembusan angin laut, tunaikan janji...
Yang ia bawa dari saku pelaut
Walau tidaklah tuan tahu,
Jendela masih terbuka pada deretan losmen losmen seperti biasanya...
Katakanlah tuan,..
Sembab airmata takkan bertahan
Walau di guyur hujan tawa,
kaki warung gamang bergetar melumatkan harapan,
Wajannya kau tendang,Menyenggol perasaan.
Zaman kolonial….zaman apa ini ?
Oo...dusta petaka tuan..
Kuli jalan berhamburan kakinya telanjang
Keluar dari parit yang tak selesai di gali
Sirat wajahnya bergaris resah..
Karena bonusnya takkan keluar
Habis di telan birokrasi yang tak jelas,
Oo..dusta petaka tuan...
bau peluhnya kau makan, menjadi daging,
Menjadi tulang, menjadi hati anak tuan...
Menjadi buku, menjadi sepatu, menjadi mobil untuk anak tuan...
Ketika mendung menjadi badai hujan,
Tanah kian tenggelam, tukang ojek mangkir,
kuli nangkring diujung piring..tapi tuan minum softdrink,...?
Tapi tuan cuma titip pesan bonus takkan keluar karena galian Tidak selesai
Dan jalanan tetap tergenang...
Oo..di pinggir comberan ibu warung cemberut, uang lauk masih tergantung...
di ujung cangkul kuli galian,
berapa lama lagi anaknya kan bertahan bila biaya sekolah tak juga terbayar.
Rasull abidin, 11 Mar 2014
Jakarta.
Komentar
waaah keren banget puisinya
waaah keren banget puisinya
Tulis komentar baru