1
Padi-padi bernyanyi di kulitmu,
Tangan pepohonan menari di hembusan nafasmu,
Dan suara siamang menyerukan namaku
Lelehan rinduku membasahi dadamu yang hijau
Seperti es yang terbakar oleh waktu
Awan yang malu-malu di saku pagi
dan burung-burung kecil bertengger di ranting ingatanku
mencari masa laluku di antara gelegar petir
dan asam hujan di riuh udaramu
Kadang ketika malam tiba dengan tubuh dinginnya
Tubuhku gemetar oleh ciuman yang kau lepaskan ke bibir mimpiku
Hingga aku terbangun dalam keadaan basah
Dan aku tersadar bahwa kau pun merindukanku
Tapi, barangkali ketika aku datang
Kau pun akan tersadar
Bahwa aku bukan lagi seorang yang kau kenali
Ada pribadi asing yang enggan untuk kau akrabi
Telah kutinggalkan kau bertahun-tahun
Di bibir pantai yang memanjang di usia mudaku
Dan jalanan berkubang di punggung jurang itu
Menjadi gerbang awal pengembaraanku
2
Kau tahu, kini aku terbakar oleh keramaian,
Disekap oleh kesibukan hari-hari,
Di telanjangi oleh kesepian dan kecemasan
Dan ketika semuanya memusat di batinku
Aku ingin kembali kepada rahimmu yang menjaga
Sungai-sungai dan batu-batu yang membentuk bola mataku
Aku terbayang kembali pada wajahmu yang mengalirkan bening air
dan menumbuhkan ragam bunga di dalam dadaku
Sebelum gelombang laut mengucapkan salam perpisahannya
Pada jiwaku yang terseret ke dunia lain.
Terakhir kau dekap aku dengan gemulaimu
Wajahmu mirip sekali seperti perempuan cantik
Yang gemar bercinta dengan kesepian
Dan suaramu seindah tangisan ibu
Yang menunggu kedatangan anaknya ke dunia
Sungguh di perjalanan yang tersaruk-saruk ini
Aku ingin kembali ke dalam rahimmu
Menanggalkan segala pakaianku
Dan kembali menjadi seorang yang kau kenali
Yang dulu kau akrabi.
3
Tapi, kini kau semakin tua
Tubuhmu yang pucat seperti rambut putihmu
Terus mengaduh, anak-anakmu telah berkhianat
Mendatangkan tamu yang tak pernah kau kehendaki
Sampai tubuhmu kering dan kau terasingkan oleh kekuasaanmu sendiri
Mereka datang melalui bola mata anak-anakmu
Seperti pencuri yang mengendap-endap lewat tayangan televisi
Kejahatan mengua
sai dan mengalir dalam urat nadimu
Genangan sampah mengalir bersama air matamu
dan api berkobar di dalam kepalamu
Hanya denting sunyi yang tersisa dalam jiwamu
Yang ditinggalkan oleh sebagian tubuhmu yang mati
Barangkali di kemudian waktu, kesunyian itu
Menjadi kata-kata yang menghancurkan dinding
Yang membatasi kemesraan antara dirimu dengan anak-anakmu
Mei 2019
Komentar
Tulis komentar baru