Skip to Content

Way Ratai, Renungan Di Tangga Usiamu

Foto Hudaagsefpawan

1

Padi-padi bernyanyi di kulitmu,

Tangan pepohonan menari di hembusan nafasmu,

Dan suara siamang  menyerukan namaku

Lelehan rinduku membasahi dadamu yang hijau

Seperti es yang terbakar oleh waktu

 

Awan yang malu-malu  di saku pagi

dan burung-burung kecil bertengger di ranting ingatanku

mencari masa laluku di antara gelegar petir

dan asam hujan di riuh udaramu

 

Kadang ketika malam tiba dengan tubuh dinginnya

Tubuhku gemetar oleh ciuman yang kau lepaskan ke bibir mimpiku

Hingga aku terbangun dalam keadaan  basah

Dan aku tersadar bahwa kau pun merindukanku

 

Tapi, barangkali ketika aku datang

Kau pun akan tersadar

Bahwa aku bukan lagi seorang yang kau kenali

Ada pribadi asing yang enggan untuk kau akrabi

 

Telah kutinggalkan kau bertahun-tahun

Di bibir pantai yang memanjang di usia mudaku

Dan jalanan  berkubang di punggung jurang itu

Menjadi gerbang awal pengembaraanku

 

2

Kau tahu, kini aku terbakar oleh keramaian,

Disekap oleh kesibukan hari-hari, 

Di telanjangi oleh kesepian dan kecemasan

Dan ketika semuanya memusat di batinku

Aku ingin kembali kepada rahimmu yang menjaga

Sungai-sungai dan batu-batu yang membentuk bola mataku

 

Aku terbayang kembali pada wajahmu yang mengalirkan bening air

dan menumbuhkan ragam bunga di dalam dadaku

Sebelum gelombang laut mengucapkan salam perpisahannya

Pada jiwaku yang terseret ke dunia lain.

 

Terakhir kau dekap aku dengan gemulaimu

Wajahmu mirip sekali seperti  perempuan cantik

Yang gemar bercinta dengan kesepian

Dan suaramu seindah tangisan ibu

Yang menunggu kedatangan anaknya ke dunia

 

Sungguh di perjalanan yang tersaruk-saruk ini

Aku ingin kembali ke dalam rahimmu

Menanggalkan segala pakaianku

Dan kembali menjadi seorang yang kau kenali

Yang dulu kau akrabi.

 

3

Tapi, kini kau semakin tua

Tubuhmu yang pucat seperti rambut putihmu

Terus mengaduh, anak-anakmu telah berkhianat

Mendatangkan tamu  yang tak pernah kau kehendaki

Sampai tubuhmu kering dan kau terasingkan oleh kekuasaanmu sendiri

 

Mereka datang melalui  bola mata anak-anakmu

Seperti pencuri yang mengendap-endap lewat tayangan televisi

Kejahatan mengua

sai dan mengalir dalam urat  nadimu

Genangan  sampah mengalir bersama air matamu

dan api berkobar di dalam kepalamu

 

Hanya denting sunyi yang tersisa dalam jiwamu

Yang ditinggalkan oleh sebagian tubuhmu yang mati

Barangkali di kemudian waktu, kesunyian itu

Menjadi kata-kata yang menghancurkan dinding

Yang membatasi kemesraan antara dirimu dengan anak-anakmu

 

Mei 2019

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler