Skip to Content

Perempuan Jalang

PEREMPUAN JALANG, 1

 

Di perempatan kota, sepasang mata jalang menyala

senyum-senyum mungilnya hangus terbakar tanduk-tanduk kerisauan

IRAMA NAN BERSENANDUNG

IRAMA NAN BERSENANDUNG

Kemirau @ Sang Murba

 

“HAIRAN sungguh aku dengan orang sekarang!” Rasa kesal jelas terpancar di wajah Long Nah. Segala yang terbuku di hatinya selama ini bagaikan tidak tertahan-tahan lagi.

Molotov Terakhir

peluru melesat. menerobos kulit yang asing. menembus dada berdetak tegas

pemilik langkah yang enggan mundur

walau udara memanas di dalam kepala

Belum Usai

Isi kepala yang terkelupas barisan perhitungan logika angka satu plus sepuluh titik enam akar dua, yang kau yakini tak ;pernah ku temui di saat aku bekerja

Joan UduPerempuan JalangKemirauIRAMA NAN BERSENANDUNG
Salman ImaduddinMolotov TerakhirLalik KongkarBelum Usai

Karya Sastra

sajak bumi dan langit

bila bumi tak lagi mau menjadi saksi

maka biarlah air mata ini yang sampaikan pesan kasih

karena kini tak lagi ada air mata dalam tangisan

bahkan kata dalam suara

Mitologi Batu Kelamin

          barangkali, lebih dari seribu perempuan

pernah rendam separuh tubuhnya

di ceruk batu kelamin tanpa sesaji

kita dan kebekuan ini

dalam kegamangan kita terus berjalan

ke arah waktu pertama kali bertemu

lalu berpura-pura tertawa, mentertawakan

kepura-puraan kita

 

menjamu mimpi


secawan rindu kuenyahkan
terlempar lesu dalam kubang jalanan
minaret itu tak lagi tegak
keberadaannya membuatku pekak
sudahi, aku sedang tak inginkan hirauan

enyahlah!!!

Galauku

Banyak kisah terjadi
namun itu hanyalah penggalan kisah

Sejuta rintihan, berjuta nestapa
Lalu lalang dalam beranda

Apa sesungguhnya yang terjadi?

Sepenggal Kisah Kelabu

Ini adalah sepenggal kisah kelabu
Bukan kisahku!!! ataukah ini kisahmu???
Detik demi detik, lembayung suram meronai hari
Tanya tak terjawab karena memang tanpa jawab

Kopi dingin

Seperti biasa,
kunikmati secangkir kopi dingin ini seorang diri,
sambil sesekali mengebaskan kepulan asap rokok.
Setiap sruputan selalu membuatku tersenyum,

Hujan Malam Ini

siapa sangka hujan mendera lamun. rindu yang bertingkah mericik

cemas di samping suami yang lelap; wajahmu berat. mungkin mau

dangdut buat 'i'

salam, sayang

salam sayang

 

langit tanpa bintang

hanya dinding muram

coreng moreng hitam:

kurva-kurva gelisah

yang jengah

Perpisahan

Dekapmu yang menahanku terkikis gerimis

Di tubuhmu, aku

luruh sebagai bisik yang turun dari pelipis,

"Lelaki berhak menangis."

Sindikasi materi

Bookmark



Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler