-bagi mereka para tersangka teroris-
entah sejak kapan persisnya,
rumah kita bernama indonesia
jadi petak-petak sawah kedengkian
dia datang:
kita berdoa meminta sejumput ampunan
munajat khusyu merayap penuh harap
doa pendek yang lengang terus saja memanjang
: pada sutardji calzoum bachri
ada yang mau mengembalikan kata
kedalam muasalnya
kekasih,
aku menunggumu di batas senja
sambil tengadah memandang langit
berwarna kusam memerah jingga
dimana engkau sebenarnya?
entah sejak kapan, kita selalu
diselimuti keraguan,
dan senantiasa berkata:
satu ditambah satu
semoga saja dua
was-was kandas di tepi batas melepas panas menggila yang beringas makin berkeping kaca bergelas-gelas lemas makin kuat saja meremas-remas apa yang bisa digenggam tangan terhempas?
di musim penghujan ini,
tak ada lagi yang bisa dicerna
sebab mimpiku dan mimpimu
telah membeku jadi butiran salju
meski padang lapang dan langit tinggi
”Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya
dengan penuh ketekunan.” (QS. Al-Muzamil: 8)
Saudaraku...
kawan,
sebelum puisi ini engkau baca,
camkanlah: dalam hati ada puisi
dan puisi ini hanya sekedar salam pembuka
bagi rintik hujan yang tak kunjung reda
Komentar Terbaru