Skip to Content

Cerpen Kompas 2006

CERPEN KOMPAS 2006 “LORONG” KARYA MUSTAFA ISMAIL

Lorong itu sangat sunyi. Tidak ada satu pun yang lewat, sore itu. Bahkan tiap sore, sangat jarang yang lewat di lorong sepanjang 700 meter itu. Semua rumah dan gedung di sana membelakangi lorong itu dengan temboknya yang tinggi. Semua seolah tidak mau membuatnya sebagai jalan untuk dilewati.

CERPEN KOMPAS 2006 “PENGEMBARAAN SARIDIN” KARYA S PRASETYO UTOMO

Tak ada lagi yang bisa dilacak Saridin. Ia pulang dengan hampa harapan. Tak ditemukan siapa pun di rumah. Telah beberapa hari ini ia ditinggalkan istri. Untuk masuk ke dalam rumah, ia tak dapat. Rumahnya sudah disita bank. Ia termangu di pelataran. Langit memutih. Burung-burung sriti menyambar-nyambar. Gerimis tipis menerpa puncak hidungnya. Tubuhnya menggigil.

CERPEN KOMPAS 2006 “MENANTU BARU” KARYA DAMHURI MUHAMMAD

Sudah lama Irham tak menerima kiriman oleh-oleh. Rendang Ikan Pawas Bertelur. Gurih dan sedapnya seolah sudah terasa di ujung lidah. Apa Mak sedang susah? Hingga tak mampu lagi beli Ikan Pawas Bertelur dan bumbu-bumbu masaknya? Tak mungkin! Kiriman wesel dari anak-anak Mak, rasanya tak kurang-kurang. Lebih dari cukup.

CERPEN KOMPAS 2006 “PIKNIK” KARYA AGUS NOOR

Para pelancong mengunjungi kota kami untuk menyaksikan kepedihan. Mereka datang untuk menonton kota kami yang hancur. Kemunculan para pelancong itu membuat kesibukan tersendiri di kota kami. Biasanya kami duduk-duduk di gerbang kota menandangi para pelancong yang selalu muncul berombongan mengendarai kuda, keledai, unta, atau permadani terbang dan juga kuda sembrani.

CERPEN KOMPAS 2006 “AIR” KARYA DJENAR MAESA AYU

Air putih kental itu saya terima di dalam tubuh saya. Mengalir deras sepanjang rongga vagina hingga lengket, liat sudah di indung telur yang tengah terjaga. Menerima. Membuahinya. Ada perubahan di tubuh saya selanjutnya. Rasa mual merajalela. Pun mulai membukit perut saya. Ketika saya ke dokter kandungan untuk memeriksakannya, sudah satu bulan setengah usia janinnya.

CERPEN KOMPAS 2006 “MATA IBU” KARYA ISBEDY STIAWAN ZS

Sungguh, aku tak dapat menolak—bahkan secara halus—ketika Linda memintaku agar mengantarnya ke rumah ibuku. Tetapi, aku tetap mengulur-ulur waktu….

Aku hanya mau silaturahmi,” ujarnya kemudian. Ringan.

CERPEN KOMPAS 2006 “RUMAH HANTU” KARYA M DAWAM RAHARDJO

Djoko Santoso adalah seorang profesional lulusan Fakultas Ekonomi UGM. Ia adalah pengikut aliran keagamaan yang disebut Komunitas Salamullah, yang walaupun ajarannya terutama bersumber pada Islam, tetapi anggota komunitas ini bisa orang dari berbagai agama, seperti Kristen, Katolik, Buddha, Hindu atau Konghucu.

CERPEN KOMPAS 2006 “PENJUAL NYAWA” KARYA SETIAWAN G SASONGKO

Saat kanak-kanak, ketika hari pasaran Wage, kami selalu waswas bertemu Pak Timbil. Sebanding dengan ketakutan kami akan “montor pelet”, mobil bergambar gunting yang diisukan mengambil mata anak-anak untuk dibuat cendol. Pak Timbil terkenal sebagai penjual nyawa, yang harus kulakan nyawa dengan cara menculik anak-anak sebagai tumbal.

CERPEN KOMPAS 2006 “LAGU MALAM SEEKOR ANJING” KARYA INDRA TRANGGONO

Aku sempat melihat ekor gerakan sesosok bayangan melintas di samping rumah. Tempias cahaya lampu taman membantu mataku untuk melihat sosok itu melompat pagar rumah tuanku. Namun, hujan yang turun deras membuat malam makin kelam, hingga aku kehilangan jejak orang yang mencurigakan itu. Kuedarkan pandanganku. Tapi, orang itu terlalu sigap menyelinap.

CERPEN KOMPAS 2006 “MONANG? KAU MENDENGAR AKU?” KARYA PALTI R TAMBA

Malam itu, wajah ibu hadir di ruang mata Monang. Tiba-tiba saja. Melihat mata ibu, Monang seperti menyusuri sungai yang kering yang dipenuhi batu-batu. Entah kenapa. Lambat laun kecekatan tangan Monang memilah-milah koran-koran dan tabloid yang hendak diretur besok, makin berkurang. Bahkan, akhirnya, ia menghentikan kegiatan itu. Ia tersedu-sedu.

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler