Skip to Content

Cerpen Kompas 2007

CERPEN KOMPAS 2007: “KEMARAU AIR MATA” KARYA FAKHRUNNAS MA JABBAR

Debu jalanan yang pekat menyesakkan napas. Sebuah truk pengangkut tanah timbun mengepulkan debu itu sehingga menggelapkan pandangan. Panas terik memang telah berlangsung terlalu lama. Aku sendiri tak sanggup lagi membilang karena sudah terlalu lama didera derita. Pohon-pohon meranggas. Dedaunannya berguguran. Entah kapan lagi sang pohon akan berbunga dan berputik kembali.

CERPEN KOMPAS 2007: “POHON MANGGA ALAS TUA” KARYA S PRASETYO UTOMO

Jalan setapak di tepi Alas Tua terus mendaki, licin, rimbun, dan sunyi. Salma menelusuri jalan setapak, sehabis diguyur hujan siang tadi. Ia melintasi tepian Alas Tua, hutan di tepi kota. Kandungannya membesar. Tinggal hitungan hari ia melahirkan. Perjalanan ke makam kedua orangtuanya kali ini didorong keinginan yang aneh tiap jengkal tanah. Dinikmatinya debur dada penuh harap.

CERPEN KOMPAS 2007: “BELENGGU SALJU” KARYA TRIYANTO TRIWIKROMO

Tak ada kepak gagak di Compton yang selalu menguarkan bau sampah busuk, anggur murahan, dan bangkai manusia yang disembunyikan di ghettos atau rumah-rumah besar yang mengonggok tanpa lampu. Juga tak ada salju atau angin santer yang membekukan tiang listrik atau menggigilkan para negro yang sedang menari acakadut atau menyanyikan rap keras-keras di sembarang trotoar malam itu.

CERPEN KOMPAS 2007: “SAMANASANTA” KARYA F. RAHARDI

Kamu akan berangkat lewat Denpasar atau Surabaya atau Kupangkah? Bolehkah aku titip diriku karena ini baru pertama aku datang ke Larantuka. Benarkah nama kota di Flores tempat Samanasanta itu Larantuka? Bolehkah?

CERPEN KOMPAS 2007: “SALVO” KARYA BENI SETIA

Ada senapan serang AKA, dengan magasin penuh, di belakang lemari pakaian kamar tidur utama. Sederetan paku di dinding menahannya agar tidak jatuh dan tetap tersembunyi. Tersamarkan, meski dengan gampang kita meraih dan mengokang membuka kuncinya, dan dengan tekanan ringan dari telunjuk—dengan memakai popor lipat atau tidak—kita memuntahkan 52 tembakan beruntun.

CERPEN KOMPAS 2007: “GINCU INI MERAH, SAYANG” KARYA EKA KURNIAWAN

Seorang perempuan dengan gincu serupa cahaya lampion melangkah menuju pintu bar Beranda. Di saat yang sama lima buah pick-up berhenti tepat di depan gerbang. Di masa lalu, hal seperti ini biasanya lebih dulu diketahui sehingga gadis-gadis yang bekerja di bar memiliki waktu lebih luang untuk bersembunyi atau pulang.

CERPEN KOMPAS 2007: “KURSI EMPUK DI DADA SUMARTI” KARYA PAMUSUK ENESTE

Ketika kaum kerabat, handai tolan, kenalan, dan tetangga satu per satu meninggalkan rumah duka, tahulah Sumarti bahwa ia akan sendirian. Sumarti akan menjalani sisa hidupnya seorang diri. Ditemani pembantu rumah tangga, tukang kebun, dan penjaga malam. Itu pun sepanjang Sumarti mampu membayar mereka setiap bulan.

Sesekali putri, menantu, dan cucunya akan datang berkunjung.

CERPEN KOMPAS 2007: “SINAI” KARYA FRANSISCA DEWI RIA UTARI

Sinai melintas di depanku. Ia terlihat menawan hari ini. Tubuhnya beraroma wangi chamomile dan apricot. Rambutnya dikepang dua. Mantel panjang warna coklat tua membungkus tubuh semampainya dari dinginnya malam. Parasnya yang bulat tampak berias. Mata gemintangnya dibingkai warna ungu pucat. Maskara melentikkan bulu matanya yang panjang.

CERPEN KOMPAS 2007: “CINTA DI ATAS PERAHU CADIK” KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA

Bersama dengan datangnya pagi maka air laut di tepi pantai itu segera menjadi hijau. Hayati yang biasa memikul air sejak subuh, sambil menuruni tebing bisa melihat bebatuan di dasar pantai yang tampak kabur di bawah permukaan air laut yang hijau itu. Cahaya keemasan matahari pagi menyapu pantai, membuat pasir yang basah berkilat keemasan setiap kali lidah ombak kembali surut ke laut.

CERPEN KOMPAS 2007: “TIURMAIDA” KARYA HASAN AL BANNA

Amang oi! Kontan ia melonjak setengah berteriak. Induk jarinya pecah bercucur darah. Sambil menggendong tangan kirinya yang kebas, ia bergegas turun ke bawah. Mencari daun pagapaga untuk dikunyah, sesegera mungkin dilumurkan ke jarinya yang terbelah. Biasanya, pagapaga yang sudah bercampur ludah itu ampuh menyumpal luka yang merekah. Nian berhenti pula semburan darah.

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler