Skip to Content

kehidupan

--= Bab XIV =--

Aku tak mengetahui ini dengan jelas, tapi aku sangat begitu paham sekali akan hal ini. Bagaikan sebuah batu yg sangat besar, tetapi ada sebuah lubang yg sangat dalam, berukuran kecil, seukuran pipa seruling. Entah apa atau siapa yg bisa melubangi batu sebesar itu dengan sangat lurus.

--= Bab XIII =--

Kemarin, saat hujan masih lebat sekali. Aku hanya bisa duduk termenung di bawah pohon yg sangat besar dan rindang. Di sekitarnya ada banyak batu-batu yg berukuran cukup besar, dan terlihat seperti tersusun begitu rapi. Entah siapa yg sudah menyusun batu-batu itu sampai sedemikian rapinya. Banyak rerumputan ilalang yg tumbuh disekitar situ, terlihat sayup-sayup ketenangan didaerah itu.

--= Bab XII =--

Aku pernah berharap kembali menjadi angin, yg tak ada beban apa-apa. Mungkin memang diriku berasal seperti angin, yg tak tampak dimata, tak tersentuh, tak teraba, yg tak dapat diketahui dari mana asalnya, tapi dapat dirasakan kehadirannya. Yang mungkin juga angin itu ditiupkan oleh Sang Pemilik ketika aku masih dalam bumi suci.

--= Bab XII =--

Aku pernah berharap kembali menjadi angin, yg tak ada beban apa-apa. Mungkin memang diriku berasal seperti angin, yg tak tampak dimata, tak tersentuh, tak teraba, yg tak dapat diketahui dari mana asalnya, tapi dapat dirasakan kehadirannya. Yang mungkin juga angin itu ditiupkan oleh Sang Pemilik ketika aku masih dalam bumi suci.

--= Bab XI =--

Bagaikan sang air yg tak ada hentinya turun ke bumi, sedang Tuhan menunjukkan rahmat-Nya kepada semua makhluk. Tak pandang itu umatnya siapa saja, dan Tuhan memang Maha Rohman. Tapi ada kalanya air yg turun dari langit itu terlampau banyak, sampai meluap sana-sini. Entah karena salah siapa, apa salah manusianya, atau Tuhankah yang salah.

--= Bab X =--

Di kala siang, di teriknya matahari yang tak pernah lelah menerangi hari. Di kala malam, di terangnya sang rembulan yang tak ada hentinya menemani. Detik demi detik terurai, tercerai berai, menyusun datangnya menit. Menit pun berlalu seperti hembusan angin malam yang tak terlihat tapi terasakan cepat membumbung dalam hitungan jam.

--= Bab IX =--

Semua berlalu tanpa ada rasa yg membahagiakan, tapi itu menurut yg melihatku. Tapi bagiku inilah hakikat kebahagiaan yg selama ini disalah mengertikan oleh banyak orang. Bagaimana bisa, hal yg penuh tipu muslihat ini, mereka hadapi dgn tertawa terbahak-bahak. Apakah ini yg dinamakan jaman sudah berubah.

--= Bab VIII =--

Bulan berputar mengelilingi tahun ini, dgn penuh kebahagiaan dan ucap syukur atas apa yg telah diberi Gusti kepadaku. Menjalani waktu yg sangat singkat dalam bumi mulya dgn penuh rasa welas asih. Baik kepada sesama maupun kepada yg lain. Pernah aku menangis dgn penuh penyesalan saat aku berjalan, aku terjatuh dan tak sengaja mencabut rumput yg tak berdosa.

--= Bab VII =--

Semakin lama aku berjalan, menyusuri gelapnya bumi. Tersilaukan oleh semua yg ada di bumi mulya ini, sampai tak dapat melihat lagi sosok Asal-usulku. Semula aku bergumal dalam bumi suci, dan bertapa sekitar selama 270 hari. Setelah dari itu, aku terdoronng untuk keluar dari bumi suci, melewati jalan gowa yg sangat kecil. Aku serentak menangis histeris melihat semua isi bumi mulya ini.

--= Bab V =--

Jalan terasa begitu licin, yg terkadang berbatu. Penuh duri, yg siap menggelucurkan darah kesakitan. Jalanan yg berkelok, banyak simpangan, dan ada tembok menghantam. Sebenarnya ini memang hakikat yg ku tuju, bagaikan ''sungsang bawana balik''. Dari ujung yg lancip menurun pengumbaran yg luas, dan dari meluas menaiki ujung yg satu lagi.

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler