Skip to Content

Kritik sosial

Sepucuk surat untuk Tuhan

Kedua belah tangan terkepal ini adalah tangan Bumi

Tangan ini memohon ampun atas segala perbuatan

yang tak pernah jelas mengandung Dosa atau Kebajikan

che kecil

Dulu, ia hidup di jalanan. Tangan kirinya selalu dikepal, menujuk ke arah tuan-tuan besar. Suara megafon mengalir deras. Teriakannya menggelegar, seakan ingin meruntuhkan bangunan-bangunan megah menjulang langit. Sorot matanya tajam, menyala-nyala, bak radar angkatan perang. Menjadi singa di atas podium. 

Senja Ke 15 ( dalam bulan Mei )

Bumi masih hangat

alalang masih ngantuk

daunnya bergelung, tapi

tajamnya masih sama...

 

Emprit, kutilang...

ciblek gunung, tekukur...

Angka Jadi Suara

Tangan-tangan kotor itu membuat

kita menggigil

Saat kerja berhenti

Saat mesin kerja mati

Ketika tubuh bergerak apa adanya

Ini kita dilindas masa

Ini kita jadi barang

Dijual,dibeli lantas jadi budak

ini kita rasa suci

Kecup, peluk

Pagi itu kau sampingku

tak saling kecup, peluk

apalagi Senggama

Kau bukan istriku

kita tau,

ini aturan Tuhan yg tuliskan

Terjaga Tak

Terjaga Tak

Tenggut

 

Bola mata kami meneteskan air mata

Melihat, mendengar, merasa, raungan manusia

Buta Laku Yang Bangsa Berharap

Buta Laku yang Bangsa Berharap

Tenggut

 

Kenang tindas akan selaksa tragedi

Kecil berkembang menggunung, tak wajar di logika

Matikan Selisih Di Dewasa Merdeka

Matikan Selisih di Dewasa Merdeka

Tenggut

 

Mana awal mula beradu senjata

Berbagi darah-darah di jalan, hingga mematikan hati

NEGERIKU MENANGIS

Arus waktu kian melaju

Langka kaki tak pernah maju

Dalam diam kaum proletar mengadu

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler